Legalisasi Aborsi, Beban Ganda Korban Rudapaksa

Ilustrasi
PEMERINTAH membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.
Hal itu diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. (Tirto.co.id, Juli 2024)
Kebolehan aborsi untuk korban rudapaksa (perkosaan) yang hamil, dalam PP 28/2024 dianggap sebagai satu solusi untuk korban pemerkosaan. Padahal sejatinya tindakan aborsi akan menambah beban pada korban karena tindakan aborsi meskipun legal tetap beresiko.
Aborsi adalah pengguguran kandungan secara paksa. Semakin besar usia kandungan yang hendak diaborsi, maka risikonya pun akan bertambah besar bagi perempuan yang melakukan aborsi. Belum lagi beban psikis berupa perasaan dosa dan bersalah sebab harus melakukan aborsi, yang tidak akan pernah hilang dari ingatannya.
Artinya tindakan aborsi hanya akan menambah beban berupa kerusakan fisik dan mental bagi korban rudapaksa.
Apalagi jika dikaitkan dengan aturan Islam tentang aborsi, yaitu hanya boleh dilakukan pada kondisi kehamilan dibawah 40 hari dan memiliki indikasi medis mengancam nyawa ibu yang mengandungnya.
Artinya aborsi haram dilakukan jika usia kandungan sudah diatas 40 hari.
Hal ini menunjukan bahwa kebolehan aborsi bagi korban rudapaksa hanya bisa dilakukan saat usia kandungan dibawah 40 hari dengan indikasi medis yang diperbolehkan oleh hukum syara.
Akan tetapi persoalan perkosaan dinegeri ini sejatinya menunjukan bahwa negara tidak mampu memberi jaminan keamanan bagi perempuan. Bahkan meski sudah ada undang-undang TPKS. Perkosaan terhadap perempuan terus terjadi.
Oleh karena itu negara harus mengupayakan pencegahan dan jaminan keamanan yang kuat atas perempuan, yang hanya bisa direalisasikan dalam sistem yang menerapkan hukum-hukum Islam.
Sebab Islam memuliakan perempuan dan memberikan jaminan keamanan pada perempuan. Dan memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan.