Kontroversi Akad Dana Haji: Antara Amanah dan Tantangan Pengelolaan Syariah
Oleh:
Prof. Dr. Kautsar Riza Salman, SE., MSA., Ak., BKP., SAS., CA., CPA
(Professor Bidang Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah Universitas Hayam Wuruk Perbanas
Penulis Buku dan Peneliti
Pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Jatim Bidang Akuntansi Syariah)
Pendahuluan
Dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) setiap tahun mencapai jumlah yang sangat besar. Hingga Desember 2023, total dana kelolaan BPKH telah mencapai Rp166,7 triliun, yang mencakup alokasi untuk penyelenggaraan ibadah haji dan Dana Abadi Umat. Jumlah ini berasal dari setoran awal sebesar Rp25 juta per calon jamaah dan hasil investasi yang dioptimalkan melalui instrumen seperti sukuk negara, emas, dan surat berharga syariah lainnya. Pengelolaan dana yang begitu signifikan ini membawa potensi besar, tetapi juga mengundang kontroversi, terutama mengenai akad yang mendasari hubungan antara calon jamaah haji dan pemerintah
Pembahasan
Setiap calon jamaah haji yang menyetorkan dana sebesar Rp25 juta mendapatkan nomor kursi keberangkatan. Dalam pengelolaan ini, beberapa jenis akad dapat diterapkan. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa akad tersebut serta konsekuensi yang ditimbulkan.
Pertama, dalam akad wadiah, dana yang disetorkan oleh calon jamaah haji bersifat sebagai titipan yang tidak boleh digunakan oleh pengelola tanpa izin dari pemilik dana. Pemerintah, dalam hal ini Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), bertindak sebagai pemegang amanah (yad amanah). Jika dana ini digunakan tanpa izin, maka hal tersebut dianggap pelanggaran. Akad ini mencerminkan konsep amanah dalam Islam, tetapi membatasi ruang gerak pemerintah dalam memanfaatkan dana yang terkumpul.
Kedua, dalam akad mudharabah, dana yang disetorkan oleh calon jamaah dapat dikelola untuk menghasilkan keuntungan.
Keuntungan tersebut kemudian dibagi antara pemerintah dan calon jamaah sesuai dengan nisbah yang disepakati sebelumnya. Akad ini memungkinkan pemanfaatan dana secara produktif, tetapi memerlukan transparansi penuh dalam pelaporan dan pembagian keuntungan untuk menghindari konflik kepentingan.
Ketiga, dalam akad Ijarah Maushufah Fizh Zhimmah (Jasa yang Akan Diberikan di Masa Depan), dana haji dianggap sebagai pembayaran atas jasa yang akan diterima di masa depan, yaitu keberangkatan dan pelayanan haji. Pemerintah berhak atas seluruh keuntungan dari pengelolaan dana, tetapi berkewajiban menyediakan layanan berkualitas kepada calon jamaah.
Model ini memberikan fleksibilitas lebih besar kepada pemerintah, tetapi membutuhkan kontrol ketat agar dana digunakan sesuai tujuan.
Masing-masing akad memiliki implikasi hukum dan etika. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menentukan akad yang tidak hanya sah secara syariah, tetapi juga memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Implikasi Hukum dan Etika
Dalam akad wadiah, dana yang diterima adalah titipan yang tidak boleh digunakan oleh penerima (BPKH) kecuali atas izin pemilik dana (calon jamaah). Penggunaan dana tanpa izin dianggap melanggar prinsip syariah, karena dana tersebut berada dalam status yad amanah (penjagaan amanah). Jika terjadi pelanggaran, hukum syariah mensyaratkan tanggung jawab penuh dari pihak yang menyalahgunakan dana, termasuk penggantian dan kompensasi.
Berkaitan dengan implikasi etis, akad ini mengharuskan BPKH menjaga kepercayaan dengan penuh amanah, tanpa mengambil keuntungan dari dana tersebut. Penyalahgunaan dana tidak hanya melanggar hukum syariah tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana haji.
Dalam akad mudharabah, dana haji dianggap sebagai modal yang diinvestasikan oleh pemilik dana (calon jamaah) kepada pengelola (BPKH). Keuntungan yang diperoleh dari investasi ini harus dibagi sesuai nisbah yang disepakati. Jika terjadi kerugian yang bukan karena kelalaian, kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal.
Namun, jika terjadi kelalaian, pengelola bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam kaitannya dengan implikasi etis, transparansi sangat penting untuk menghindari konflik. BPKH harus melaporkan hasil pengelolaan dana secara berkala dengan jujur. Ketidakadilan dalam pembagian hasil atau pengelolaan dana yang tidak profesional dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kepercayaan masyarakat.
Dalam akad Ijarah Maushufah Fizh Zhimmah, dana yang dibayarkan dianggap sebagai pembayaran untuk jasa yang akan diterima di masa depan, yaitu keberangkatan haji dan layanan terkait. Pemerintah berhak atas keuntungan penuh dari pengelolaan dana ini, tetapi wajib menyediakan layanan sesuai dengan kesepakatan dan standar kualitas yang telah ditetapkan. Jika pemerintah gagal menyediakan layanan sesuai kontrak, mereka dapat dianggap telah melanggar akad dan harus memberikan kompensasi.
Akad ini memberikan implikasi etis dimana mengharuskan pemerintah menjaga kualitas layanan dan tidak mengambil keuntungan secara berlebihan tanpa memberikan manfaat yang sepadan kepada jamaah. Penyalahgunaan dana atau pengurangan kualitas layanan akan mencerminkan pelanggaran terhadap prinsip amanah dan tanggung jawab moral kepada jamaah.
Penutup
Apa pun akad yang dipilih dalam pengelolaan dana haji, semua bermuara pada prinsip amanah yang menjadi dasar hukum Islam. Pemerintah, melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan dana haji dikelola secara transparan, akuntabel, dan profesional sesuai prinsip syariah. Pengelolaan yang baik tidak hanya menjaga kepercayaan masyarakat, tetapi juga memastikan dana haji memberikan manfaat optimal bagi para calon jamaah.
Saran bagi pengambil kebijakan yaitu Pemerintah dan BPKH untuk menetapkan mekanisme pengelolaan yang jelas sesuai akad yang dipilih, serta melakukan sosialisasi kepada calon jamaah mengenai implikasi akad tersebut. Selain itu, penting pula untuk memastikan transparansi dalam laporan pengelolaan dana dengan menyusun laporan keuangan dan distribusi hasil yang mudah diakses oleh publik.
Terakhir, Pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap investasi dana haji, sehingga risiko penyalahgunaan dapat diminimalisir.
Semoga bermanfaat. Barakallahu fiikum.*
