Ketua MUI Kritik Tajam Fenomena Judi Online: Perlu Aksi Nyata, Bukan Sekadar Narasi

Ilustrasi
Jakarta, Mediaislam.id–Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Ekonomi KH Lukmanul Hakim menyampaikan kritik tajam terkait fenomena judi online yang semakin marak di tengah masyarakat.
Dalam forum diskusi publik kolaborasi MUI bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bertajuk “Bersama Lawan Pinjol dan Judol”, KH Lukmanul Hakim menekankan pentingnya tindakan konkret dari pemerintah untuk memberantas judi online, seraya mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah tersebut.
“Pertanyaannya sederhana, apakah judi bisa dimatikan? Jika bisa, seperti apa roadmap-nya? Kalau tidak bisa sekali pukul, berapa kali pukul yang harus dilakukan? Jangan hanya narasi,” tegasnya dalam Forum Diskusi Public, Denpasar Room, The Westin Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Menurutnya, fenomena judi online tidak hanya bertentangan dengan nilai-nilai agama, tetapi juga memberikan dampak destruktif yang besar bagi masyarakat.
Ia menyoroti ketidaksinkronan antara kebijakan pemerintah dan upaya MUI dalam memerangi praktik judi online.
“Kami diminta untuk mengedukasi masyarakat agar menjauhi judi, tetapi pada saat yang sama, platform judi online terus disajikan dengan bebas. Pekerjaan ini menjadi tidak sinkron,” kritiknya.
Kiai Lukman juga mengingatkan bahwa dalam perspektif agama Islam, judi jelas membawa lebih banyak mudarat dibandingkan manfaat. Ia mengutip kaidah usul fikih yang berbunyi, “Menolak mudarat lebih utama daripada mengambil manfaat”.
Ia menyarankan pemerintah untuk melakukan tindakan yang lebih tegas dan terarah, termasuk menutup akses platform judi online secara menyeluruh.
“Internet kita ini terlalu terbuka. Kita perlu kebijakan yang lebih ketat agar platform seperti ini tidak lagi tumbuh dan merusak masyarakat,” tambahnya.
Selain itu, Kiai Lukman juga menyerukan sinergi antara pemerintah dan MUI untuk mencapai tujuan bersama dalam memberantas judi online.
“Kalau kita sepakat untuk memerangi judi, maka harus ada aksi nyata. Tidak cukup hanya dengan mic, seremonial, atau imbauan. Perlu senjata nyata dalam artian kebijakan yang konkret dan efektif, nanti MUI ke kanan, pemerintah ke kiri,” ungkapnya.
Kiai Lukman mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak buruk yang ditimbulkan oleh praktik tersebut.
“Judi online ini harus dihentikan. Dampaknya tidak hanya merusak individu, tetapi juga menghancurkan keluarga dan masyarakat. Saya hidup di lingkungan di mana judi sudah menjadi bagian dari keseharian, dan saya menyaksikan langsung bagaimana banyak keluarga hancur karenanya,” ungkapnya.
Beliau menekankan bahwa judi online tidak memiliki tujuan mulia sejak awal. Berbeda dengan pinjaman online (pinjol), yang pada awalnya dirancang untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Namun, KH Lukmanul Hakim juga mengkritisi perkembangan pinjol yang kini bergeser dari tujuan produktif menjadi konsumtif.
“Awalnya, pinjol atau yang dikenal dengan fintech dirancang untuk membantu UMKM yang tidak memiliki akses ke perbankan, tetapi kini, banyak pinjol justru memberikan pinjaman konsumtif dengan bunga yang sangat tinggi, bahkan mencapai 108% per tahun. Ini sudah tidak sesuai dengan tujuan awal yang mulia,” tambahnya.
Kiai Lukman juga menyoroti peran pemerintah dan lembaga pengawas dalam mengatasi permasalahan ini.
Menurutnya, diperlukan langkah tegas untuk membatasi pinjol konsumtif dan memberantas judi online.
“Pemerintah harus memastikan bahwa tujuan awal dari pinjol tetap berjalan, yaitu untuk produktivitas. Jangan sampai masyarakat justru terjerat bunga tinggi yang legal tetapi tidak manusiawi. Begitu juga dengan judi online, kita harus mengambil langkah tegas, bahkan ini bisa menjadi jihad kita bersama,” tegasnya.
Kiai Lukman juga menegaskan komitmen MUI untuk mendampingi pemerintah dalam memerangi kedua permasalahan ini.
“Kami di MUI siap berperan aktif mendampingi pemerintah untuk memerangi judi online dan memastikan bahwa pinjol kembali ke tujuan awalnya. Ini adalah langkah yang harus kita tempuh bersama demi melindungi masyarakat kita dari kerugian yang lebih besar,” pungkasnya.*