Ketika Pintu Tobat Masih Terbuka  

 Ketika Pintu Tobat Masih Terbuka  

Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA.

Tobat harus disertai dengan kejujuran, maka jika seseorang bertobat kepada Allah Swt, dia harus melepaskan diri dari dosa. Alla Swt berfirman, “dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal.” (Ali Imran: 135-136).

Adapun orang yang bertobat dengan lisan saja, sementara hatinya masih berniat mengerjakan maksiat atau meninggalkan kewajiban atau bertobat dengan lisannya, sementara anggota tubuhnya terus berbuat maksiat, maka tobatnya tidak bermanfaat, bahkan tobatnya itu bisa dianggap menghina Allah.

Selain itu, bertobat harus disertai dengan amal shalih. Karena dengan amal tersebut, dosa-dosa kita terhapus sebagaimana cahaya matahari menghilangkan kegelapan malam. Allah berfirman, “(Yaitu) barangsiapa berbuat kejahatan di antara kamu karena kebodohan, kemudian dia bertobat setelah itu dan memperbaiki diri, maka Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (al-An’am: 54). Allah berfirman, “Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan beramal shalih (berbuat kebaikan), kemudian tetap dalam petunjuk.” (Thaha: 82).

Kesempatan untuk Bertobat

Di antara bukti kasih sayang Allah Swt yang paling agung untuk kita adalah Dia tetap memberi peluang dan kesempatan kepada kita untuk bertobat dan kembali kepada-Nya, hingga saat ini. Tak peduli berapa lebarnya jarak yang memisahkan kita lakukan lewat kekeliruan dan dosa kepada-Nya. Allah swt ternyata tetap saja memberi kesempatan buat kita untuk menoleh dan kembali kepada-Nya. Tak peduli bagaimanapun legamnya hati kita oleh dosa kemaksiatan yang terus-menerus kita lakukan.

Kesempatan untuk memperbaiki diri dan kembali mendekat kepada-Nya itu ada pada kesempatan hidup yang Allah berikan pada kita hingga saat ini. Karena rentang kehidupan yang kita jalani sebenarnya adalah rentang pintu tobat yang tak mungkin tertutup kecuali hingga kehidupan kita berakhir. Disaat kita merasakan kerongkongan tercekik menghembuskan nafas terakhir, di sanalah pintu kesempatan kembali kita sudah tertutup. “Sesungguhnya Allah Swt menerima tobat seorang hamba, selama ruhnya belum sampai di kerongkongannya.” (HR. Tirmizi).

Kita harus terus waspada. Karena di antara gangguan dan bisikan syaitan kepada orang yang bertobat adalah bisikan yang membesar-besarkan prilaku dosa dan kemaksiatan yang telah dilakukan hingga seseorang merasa lunglai dan percuma bertobat. Sementara di sisi yang lain, syaitan juga menghembuskan bisikan untuk mengecil-ngecilkan dan menyepelekan dosa dan kemaksiatan, sehingga seseorang terus-menerus melakukan dosa dan kemaksiatan itu.

Dalam Fiqh syaitan, suasana putus asa yang memalingkan seseorang dari tobat, itu lebih utama daripada mendorong orang untuk melakukan dosa dan kemaksiatan. Apa sebabnya? Karena pelaku dosa dan kemaksiatan bisa saja bertobat dan tobatnya diterima Allah Swt. Tapi orang yang putus asa dari rahmat Allah dan tidak mau bertobat, akan semakin jauh untuk kepada Allah Swt.

Mungkin hal inilah yang menjadikan sebagian ulama berpendapat, tentang keutamaan seorang berilmu yang beribadah kepada Allah dengan ilmu dan pemahamannya, meski amal ibadahnya tidak terlalu banyak. Dibandingkan dengan seribu orang ahli ibadah yang menjalankan amal ibadah begitu banyak, tapi miskin ilmu. Pelaku ibadah yang berilmu, akan bersikap lebih keras dan lebih waspada terhadap gangguan syaitan, ketimbang mereka yang melakukan ibadah, tanpa ilmu. Itu karena, gangguan syaitan biasa mengelabui ahli ibadah yang lugu dari tipu syaitan.

Jika kita termasuk orang-orang yang sedang bertobat kepada Allah swt, waspadalah. Karena saat-saat itulah syaitan lebih meningkatkan intaiannya untuk masuk melalui sisi-sisi lengah dan celah kelemahan kita. Syaitan berupaya menghiasi hati kita untuk menjadi senang dan bangga dengan tobat, namun kemudian kita terpedaya menganggap bahwa pertarungan dengan nafsu sudah selesai. Kondisi seperti ini sangat berbahaya, karena bisa jadi tipuan seperti itu sulit diditeksi kecuali oleh mereka yang tajam mata batinnya karena keimanan. Dia-lah yang bisa membedakan, antara tobat yang sejati dan tobat palsu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

twenty − twenty =