Keteguhan Imam Malik Mempertahankan Kebenaran

 Keteguhan Imam Malik Mempertahankan Kebenaran

Ilustrasi: Imam Malik bin Anas.

BELIAU adalah Imam Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir Al Ashbahy. Ia lahir di kota Madinah pada tahun 93 H/712 M. Imam Malik adalah imam mazhab yang diikuti berjuta orang.

Ulama yang kharismatik, yang berakhlak mulia. Mengedepankan kebenaran. Benci terhadap kemunkaran. Memiliki wawasan ilmu yang sangat luas. Suka membantu orang yang meminta bantuan tanpa pamrih. Dermawan bagi siapa yang membutuhkan. Seorang hartawan, tapi tidak lekat hatinya pada harta. Seorang yang ahli dalam ilmu hadits pada masanya. Orang yang zuhud terhadap dunia. Walau ia seorang yang berharta, namun ujian dan cobaan tidak sedikit yang ia terima.

Ketika berusia 54 tahun, Imam Malik diangkat menjadi mufti di kota Madinah dan beliau telah mengeluarkan fatwa, bahwa talak antara suami istri yang dipaksa dan sumpah yang dipaksa tidak sah.

Pada saat itu, gubernur Madinah, Ja’far bin Sulaiman Al Hasyimi, tidak menghendaki fatwa itu. Ia menghendaki agar fatwa itu dicabut. Tetapi, teguran dan peringatan dari gubernur itu tidak ia hiraukan. Bahkan, beliau menyebarluaskan fatwa tersebut ke seluruh negeri. Sehingga masyarakat dapat mengetahui fatwa tersebut. Karena beliau sangat yakin, bahwa apa yang beliau lakukan sesuai dengan apa yang disampaikan Rasulullah Saw. Beliau tidak mau mencabut fatwa tersebut.

Karena keteguhan beliau itu, membuat gubernur marah. Akhirnya beliau diperintahkan untuk ditangkap, dihadapkan kepada gubernur.

Setelah beliau ditangkap dan dihadapkan pada gubernur. Ia diberi peringatan keras agar tidak meneruskan dan mencabut fatwanya. Tetapi beliau tetap teguh pada pendiriannya. Akhirnya gubernur Ja’far bin Sulaiman Al Hasyimi menjatuhkan hukuman cambuk kepadanya sebanyak 70x. Setelah itu beliau diikat dengan tali, dinaikan di atas kuda, lalu diarak keliling kota Madinah.

Beliau menahan rasa sakit yang luar biasa , karena kerasnya cambukkan sampia kedua tulang belikat beliau hampir putus dan tercabut keluar lengannya. Tapi beliau tetap teguh mempertahankan kebenaran yang telah disampaikan.

Sebagai seorang mufti, Imam Malik menyampaikan fatwa yang berseberangan dengan kemauan penguasa. Ia tidak tunduk dengan penguasa yang zalim, yang menolak kebenaran. Ia tidak mengeluh ataupun gentar sedikitpun terhadap siksaan yang ia alami. Apalagi merasa takut. Ia biasa saja meghadapi cambukkan. Ia tetap mempertahankan kebenaran. Yang beliau yakini dari pada mengikuti kehendak penguasa yang lalim dan zalim.

Beberapa waktu kemudian, apa yang ia alami oleh Imam Malik didengar khalifah Abu Jafar Al Mansyur. Lantas ia pun memanggil Imam Malik untuk menghadap kepadanya, seraya bertanya kepada Imam Malik, ”Adakah engkau mau membalas dari perbuatan gubernurku, padahal aku tidak perintahkan untuk berbuat demikian.”

Imam Malik menjawab, ”Tidak, aku tidak akan membalas perbuatan itu. Bahkan aku akan mendoakan gubernur itu agar dibukakan pintu hatinya oleh Allah SWT.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four + 6 =