Kesempurnaan Iman di Tengah Musibah
Ustadz Dr. Mujtahid Anwar, Lc., M.Ag, Dosen Pascasarjana STISNU dan Wakil Ketua IKAT Aceh.
Aceh Besar, Mediaislam.id–Persaudaraan (Ukhuwah Islamiyah) adalah salah satu nikmat yang paling besar yang dikaruniai oleh Allah kepada umat Islam. Prinsip ini menegaskan bahwa kaum muslim bersaudara (al-Hujurat:10). Kemudian, Imam Nawawi menyusun kompilasi hadis yang diharapkan menjadi pondasi utama seorang muslim dalam menjalani kehidupan.
Demikian diungkapkan Ustadz Dr. Mujtahid Anwar, Lc., M.Ag, Dosen Pascasarjana STISNU dan Wakil Ketua IKAT Aceh pada pelaksanaan shalat Jum’at di Masjid Jamik Buengcala, Kecamatan Kuta Baro, Aceh besar, 5 Desember 2025 bertepatan 14 Jumadil Akhir 1447 H.
Kemudian beliau mengutip salah satu hadis dalam kompilasi tersebut. “Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga dia menyukai kelebihan/kebaikan yang dimiliki supaya dimiliki oleh saudara seiman,” (HR. Bukhari). Namun, hadis tersebut sering diterjemahkan dengan: tidak beriman seseorang diantara kamu sehingga dia mencintai orang lain seperti ia mencintai dirinya sendiri.
“Kalau demikian diperintahkan, sungguh sangat berat bagi setiap muslim untuk mengamalkannya, karena hampir semua orang tidak bisa mengerjakannya, atau dipastikan tidak bisa dipenuhi, sebab praktik itu bertentangan dengan naluri manusia,” kilahnya.
Dia melanjutkan, Sayyidina Umar saja ketika ditanya apakah ia bisa mencintai Rasululullah sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri, secara spontan beliau menjawab tidak bisa. Kemudian Rasulullah menyampaikan bahwa belum sempurna imanmu wahai Umar. Setelah merenungi pernyataan Rasulullah, baru kemudian Sayyiduna Umar menyampaikan bahwa ia lebih mencintai Rasulullah dari pada dirinya sendiri.
Seorang muslim, mungkin hanya bisa lebih mencintai Rasulullah, kedua orang tua dan anaknya. Oleh karena itu, jika ditelusuri lebih lanjut penjelasan para ulama terkait makna hadis tersebut, rupanya kita tidak diwajibkan untuk mengaplikasikan hadis tersebut sebagai mana makna tekstualnya.
Ustadz Mujtahid menambahkan, para ulama memaknai hadis tersebut bahwa ketika seseorang berada dalam ketaatan, maka dia hendaknya mengharapkan saudaranya juga berada dalam ketaatan, dengan mengajak agar bersama dalam ketaatan dan berbuat baik antar sesama. Begitu juga ketika seseorang memiliki pengetahuan yang baru, dia berharap ilmu tersebut disebarkan dan bermanfaat bagi orang lain.
Hal serupa juga berlaku dalam hal duniawi, apabila dia berhasil di bidang usaha, baik perdagangan, jasa, dan lain sebagainya, hendaklah dia mengajak dan menuntun saudaranya untuk berusaha. Begitu juga dengan hal-hal yang tidak disenangi oleh seseorang, maka dia juga tidak mau orang lain merasakan hal yang tidak dia sukai terjadi pada orang lain.
Menurut alumnus Timur Tengah itu, dalam kondisi musibah banjir yang melanda Aceh dan Sumatera saat ini, maka selayaknya seorang muslim dapat merasakan apa yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang terdampak secara langsung atau tidak.
“Ketika seseorang mendapatkan informasi bahwa keluarganya yang tertimpa musibah selamat, dia juga berharap keluarga lain ikut selamat. Begitu juga dengan kesusahan-kesusahan yang tidak ingin dirasakan, dia berharap agar kesusahan tersebut juga tidak dirasakan oleh orang lain,” tandasnya lagi.
Fenomana melonjaknya harga kebutuhan pokok di atas batas wajar, kelangkaan BBM dan kebutuhan lainnya akibat dari kurangnya pemaknaan atas nikmat persaudaraan sesama muslim. Mungkin, secara hukum semua muslim memahami bahwa menaikkan harga dalam kondisi musibah termasuk dalam kategori mengambil harta orang lain dengan cara yang batil.
Dia juga menyebutkan, pendekatan hukum terlalu normatif untuk membuat orang sadar, mudah-mudahan dengan pendekatan ukhuwah, Allah membukakan hati para pedagang tersebut.
Pada akhirnya dapat dipahami bahwa orang yang paling tinggi derajat keimannya adalah mereka yang rela membantu saudaranya atau minimal tidak memberatkan jika tidak bisa meringankan.
“Inilah fungsi dan peran manusia sebagai khalifah di bumi yang bisa mengelola dan memakmurkan bumi sebagaimana dikehendaki oleh Allah SWT,” ucap Ustadz Mujtahid mengakhiri khutbahnya.*
