Kemenag dan Atase Malaysia Sinkronisasi Layanan Pernikahan Lintas Negara
Jakarta, Mediaislam.id–Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag), Abu Rokhmad, menerima audiensi delegasi Atase Agama Malaysia di Kantor Kemenag, Jakarta, Kamis (21/8/2025). Pertemuan ini membahas sinkronisasi sistem layanan pernikahan lintas negara, terutama bagi warga Indonesia dan Malaysia.
Abu mengatakan, Indonesia dan Malaysia memiliki tantangan serupa dalam mengatur pernikahan, rujuk, dan cerai. Ia menekankan pentingnya menghadirkan layanan yang mudah diakses publik, sekaligus tetap menjaga ketentuan syariat. “Prinsipnya, pelayanan harus mudah, tapi syariat tidak boleh dilupakan. Pernikahan itu harus jelas siapa mempelainya dan tidak boleh ada halangan syar’i,” ujarnya.
Menurut Abu, undang-undang perkawinan di Indonesia diatur dengan sangat detail, agar tidak ada aspek syariat yang terlanggar, misalnya larangan karena hubungan susuan (radha’ah). “Karena itu, proses verifikasi identitas calon pengantin harus dilakukan secara teliti sehingga statusnya benar-benar bersih dan jelas,” jelasnya.
Ia mengakui, prosedur yang rinci ini sering dianggap rumit oleh masyarakat karena banyaknya formulir yang harus dipenuhi. Kondisi tersebut mendorong sebagian orang memilih menikah siri. “Jumlah perkawinan tidak tercatat menurut data Kemendagri mencapai 34,6 juta secara keseluruhan. Angka riilnya bisa lebih besar karena nikah siri otomatis tidak terdokumentasi,” paparnya.
Guru Besar UIN Walisongo Semarang ini menambahkan, dari total penduduk Indonesia yang besar, pernikahan resmi yang tercatat hanya sekitar 1,5 juta per tahun. Menurutnya, angka ini relatif rendah dan menjadi tantangan besar dalam pembangunan keluarga dan perlindungan hukum.
Ia menilai rendahnya pencatatan pernikahan bisa disebabkan beberapa faktor, seperti rumitnya syarat administrasi, tren generasi muda yang berbeda, atau menurunnya urgensi formalitas perkawinan. “Ini tantangan bersama Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara dengan mayoritas muslim. Kita harus memastikan pernikahan umat berlangsung sesuai syariat dan hukum,” tegasnya.
Selain soal perkawinan, Abu juga menyinggung peluang kerja sama lain. Ia menyebut rencana pelaksanaan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) dan event internasional tilawah bagi penyandang disabilitas. “Banyak ruang kerja sama yang bisa mempererat hubungan Indonesia dan Malaysia,” tambahnya.
Abu menutup dengan menjelaskan perbedaan tata kelola agama di kedua negara. Menurutnya, di Indonesia urusan agama bersifat sentralistik di bawah Kementerian Agama. Hal ini untuk mencegah adanya perbedaan kebijakan antarprovinsi. “Syukurnya, masyarakat dan ormas Islam di Indonesia aktif membantu, dari membangun masjid hingga menyelenggarakan pengajian secara swadaya,” ungkapnya.
Sementara itu, Ustaz Mohamad Nurizal dari Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) memaparkan bahwa Malaysia baru saja meluncurkan Sistem Pengurusan Perkahwinan Islam Malaysia (SPIM) 2.0. Sistem ini memungkinkan warga Malaysia di luar negeri mengurus izin menikah secara daring tanpa harus kembali ke tanah air. “Cukup melalui Atase Agama, permohonan bisa diverifikasi dan diproses,” jelasnya.
Nurizal menuturkan, SPIM 2.0 saat ini sudah diujicoba dengan melibatkan pelatihan staf, termasuk Atase Agama Malaysia di Jakarta, Ustaz Syamsuri. “Kami sudah melaksanakan latihan agar para petugas bisa menguasai sistem baru ini,” katanya.
Menurutnya, salah satu terobosan penting adalah penunjukan Atase Agama di Kedubes Malaysia Jakarta sebagai pendaftar nikah luar negeri. Dengan kebijakan ini, proses pernikahan, rujuk, hingga pencatatan bisa dilakukan langsung di Indonesia. Namun, khusus perkara cerai tetap harus ditangani Mahkamah Syariah Malaysia.
Delegasi Malaysia juga menjelaskan, dasar hukum layanan ini sudah ada sejak Ordinan 2001, namun baru dapat dilaksanakan saat ini. Empat negara dipilih sebagai proyek percontohan, yaitu Indonesia, Australia, Mesir, dan Amerika Serikat. “Indonesia menjadi sangat penting karena jumlah warga Malaysia yang menikah di sini cukup banyak, termasuk di kawasan perbatasan,” ujarnya.
Nurizal mencontohkan kondisi di Teluk Melano, Sarawak, yang berbatasan langsung dengan Temajuk, Kalimantan Barat. Hubungan masyarakat di kawasan ini sangat erat bahkan bersaudara lintas negara. Dengan adanya layanan baru, pernikahan bisa tercatat resmi dan terhindar dari praktik sindikat nikah siri. “Tujuannya agar masyarakat mendapat kepastian hukum, baik dalam urusan warisan, perwalian, maupun pendidikan anak,” tandasnya.
Delegasi Malaysia menegaskan komitmen untuk terus menyinkronkan sistem SPIM 2.0 dengan sistem pencatatan nikah Indonesia (SIMKAH). Kolaborasi ini diharapkan memperkuat perlindungan hukum bagi warga kedua negara, sekaligus mempererat hubungan keagamaan Indonesia–Malaysia.
Pertemuan ini dihadiri delegasi Malaysia yang terdiri atas Atase Agama Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta Mohd Shamsuri bin Ghazali, Pengarah Bahagian Keluarga, Sosial dan Komuniti Mohd Norizan bin Abd Ghani, serta Yang Dipertua Majlis Agama Islam dan Adat Melayu Terengganu Shaikh Harun bin Shaikh Ismail.
Selain itu, hadir pula Pengarah Jabatan Agama Islam Sarawak Mual bin Haji Suaud, Ketua Pendaftar Perkahwinan, Perceraian dan Rujuk Negeri Sarawak Jamaludin bin Taim, Ketua Pendaftar Perkahwinan, Perceraian dan Rujuk Negeri Terengganu Syed Nazmi bin Tuan Taufek, serta perwakilan Jabatan Agama Islam Sarawak Dzuhaldhzri bin Japar Shedik.
Sementara dari Indonesia, hadir Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Arsad Hidayat, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Cecep Khairul Anwar, serta Direktur Penerangan Agama Islam Ahmad Zayadi.*
Sumber: Bimas Islam
