Kedudukan Budaya dalam Hukum Islam
Ilustrasi
Firman Allah SWT, “Dan tatkala bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (QS. at-Takwir 8-9).
Hal ini karena di antara tugas syariah adalah mengubah budaya yang rusak, bukan memeliharanya. Jika budaya tersebut tidak menyalahi syariah maka hukumnya ditetapkan berdasarkan dalil dan ‘illat syar’iyah, bukan berdasarkan budaya tersebut. Karena itu syariahlah yang menjadi patokan bagi budaya dan bukan sebaliknya.
Dengan demikian telah sangat jelas bahwa jika budaya tersebut tidak bertentangan dengan akidah Islam dan digali dari hukum-hukum Islam, maka boleh saja untuk diambil dan diamalkan. Sebaliknya, jika budaya tersebut bertentangan dengan Islam dan atau lahir dari selain akidah serta hukum Islam, maka Allah SWT melarang kaum Muslimin untuk mengambil maupun menerapkannya. Hal ini didasarkan kepada firman Allah SWT, “Barang siapa mencari din (agama dan sistem hidup) selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima apapun darinya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS ali-Imran 85).
Demikianlah, sesungguhnya telah sangat jelas bagaimana Islam memandang budaya. Kalaulah budaya atau adat ini tidak bertentangan dengan Islam, maka diperbolehkan untuk mengambil atau menerapkannya. Hanya saja yang harus kita pahami bersama, ketika kita mengambilnya atau menerapkannya bukan didasari oleh budaya itu, akan tetapi didasari oleh dalil yang ditetapkan syariat Islam, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah atau Ijma Sahabat. Karena budaya bukan dalil syara’.[]
Ida Fathur, Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Depok.
