Kedudukan As-Sunnah

 Kedudukan As-Sunnah

Ilustrasi: Kitab Hadis Sahih Bukhari, Sahih Muslim, dan lainnya.

Kedua: Perbuatan Sahabat. Para sahabat radhiyallahu ‘anhum pada masa hidup Rasulullah Saw menaati semua perintah dan larangannya, dan mereka tidak membeda-bedakan antara hukum yang diwahyukan oleh Allah dalam Al-Qur’an, dan hukum yang bersumber dari Rasulullah Saw. Allah SWT telah berfirman,

“Dan tidaklah dia berbicara dari hawa nafsu. Tidaklah dia kecuali sebuah wahyu yang diwahyukan.” (An-Najm: 3-4).

Dan demikian pula kondisi mereka setelah meninggalnya Rasulullah Saw, mereka tetap kembali kepada Al-Qur’an untuk mencari hukum di dalamnya. Dan bila tidak mendapatkan padanya, mereka merujuk kepada sunnah Rasulullah.

Abu Ubaid didalam Kitab Al-Qadha’ berkata, dari Maimun bin Mihran, “Adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq apabila datang padanya suatu masalah, maka dia melihat dalam Al-Qur’an, jika dia menemukan di dalamnya untuk memutuskan dengannya maka dia memutuskan dengannya. Dan jika tidak menemukan di dalam Al-Qur’an, maka dia melihat dalam sunnah-sunnah Rasulullah Saw. Maka jika dia menemukan didalamnya apa yang memutuskan hukum itu, dia memutuskan dengannya.

Jika ia tidak mendapatinya dalam As-Sunnah, dia bertanya kepada para sahabat, ‘Apakah kalian tahu bahwasanya Rasulullah Saw telah memutuskan didalamnya dengan suatu putusan? Maka ada kalanya berdiri kepadanya suatu kaum lalu mereka berkata, ‘Beliau telah memutuskan dengan begini atau begitu’. Dan jika dia tidak menemukan suatu sunnah yang Rasulullah telah mencontohkannya, beliau mengumpulkan para pemuka kaum muslimin, lalu mengajak mereka bermusyawarah. Maka apabila telah berkumpul pendapat mereka atas sesuatu, beliau memutuskan dengannya.

Dan adalah Umar ra melakukan hal seperti itu. Apabila dia tidak menemukannya suatu masalah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dia bertanya, ‘Apakah Abu Bakar telah memutuskan didalamnya dengan suatu putusan?’ Maka apabila Abu Bakar telah pernah memutuskan suatu putusan, dia pun memutuskan dengannya. Dan jika tidak, dia mengumpulkan orang-orang yang berilmu di antara manusia dan mengajak mereka bermusyawarah. Maka apabila telah telah bersatu pendapat mereka atas sesuatu, dia memutuskan dengannya.” (diriwayatkan Al-Baghawi dan Ad-Darimi)

Ketiga: Adanya perintah Allah yang mujmal (global) yang membutuhkan penjelasan dari Rasulullah Saw.

Di dalam Al-Qur’an banyak terdapat nash-nash yang mujmal (global), berisi kewajiban dan perintah-perintah Allah kepada manusia, yang sedangkan Al-Qur’an tidak menjelaskan cara pelaksanaannya, seperti perintah shalat, zakat, puasa, dan haji:

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (An-Nur: 56).

“Wahai orang orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian puasa.” (Al-Baqarah: 183).

“Dan bagi Allah atas manusia melaksanakan haji bagi orang yang sanggup menempuhnya,” (Ali Imran: 97).

Dan Rasulullah Saw telah menjelaskan perintah yang global ini dengan sunnahnya, baik yang berupa ucapan dan perbuatan, sebagaimana firman Allah SWT,

“Dan Kami telah menurunkan kepadamu Adz-Dzikr sebagai penjelasan bagi manusia atas apa yang telah diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × two =