Kebijaksanaan Umar bin Al-Khathab

 Kebijaksanaan Umar bin Al-Khathab

Ilustrasi

DIRIWAYATKAN dari Ibnu Abbas, ia bercerita, “Suatu hari, Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah datang dan bertamu ke rumah kemenakannya, Al-Hurr bin Qais. Al-Hurr bin Qais termasuk orang yang dekat dengan Umar. Para ahli baca Al-Qur’an adalah teman duduk dan teman musyawarah Umar, tua maupun muda.

Uyainah mengatakan kepada kemenakannya, ”Hai kemenakanku, apakah kamu bisa meminta izin untukku, agar aku bertemu dengan Amirul Mukminin?” Al-Hurr menjawab, “Aku akan meminta izin untukmu.”

Ibnu Abbas selanjutnya bercerita, “Maka Al-Hurr memintakan izin untuk Uyainah. Umar mengizinkan Uyainah untuk bertemu. Setelah bertemu, Uyainah mengatakan kepada Umar, “Wahai puta Al-Khathab, demi Allah, Anda belum memberikan kepada kami pemberian yang banyak, dan Anda tidak memutuskan perkara di antara kami dengan adil.”

Mendengar ucapan Uyainah ini, Umar marah dan hampir saja memukul Uyainah. Al-Hurr mengatakan kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, Allah telah berfirman, “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang bodoh.” (Al-A’raf: 99). Ketahuilah, Uyainah ini termasuk orang-orang bodoh.” (HR. Al-Bukhari).

Ketika Umar mendengar ayat ini, amarahnya reda, dan ia langsung berpaling dari Uyainah yang telah mendakwanya sebagai orang yang kikir dan orang yang tidak berlaku adil. Dua dakwaan inilah yang diperhatikan Umar dan yang membuatnya marah. Siapa di antara kita yang dapat menguasai dirinya di saat marah?

Dr. Ali Muhammad Shalabi dalam bukunya, “Syakhsiyatu Umar wa Aruhu” menuliskan, “menurut hemat penulis, sedikit sekali orang yang dapat menguasai diri di saat marah, apalagi amarahnya itu terhadap hal-hal yang tidak sepatutnya didakwakan terhadap dirinya. Kapan kita menghiasi diri kita dengan ajaran-ajaran semacam ini, agar kita menjadi contoh teladan, di mana hati kita bergetar ketika kita membaca Al-Qur’an? Kapan Al-Qur’an menjadi akhlak kita?”

Ketika Umar berpidato di Al-Jabiyah, Syam, ia berbicara tentang harta rampasan perang dan tata cara pembagiannya, serta masalah-masalah lainnya. Umar mengatakan, “Aku meminta maaf kepada kalian atas pencopotan jabatan Khalid bin Al-Walid dari jabatan panglima perang. Aku sungguh telah menguasakan dia untuk menyimpan harta ini agar diserahkan kepada orang-orang papa dari kaum Muhajirin. Akan tetapi, Khalid justru memberikannya kepada orang kuat, orang terhormat, dan orang yang pandai bersilat lidah. Karenanya, aku memakzulkannya dan mengangkat Abu Ubaidah bin Al-Jarrah sebagai pengganti dia.”

Al-Mughirah berdiri dan berkata, “Demi Allah, aku tidak memaafkan Anda, wahai Umar. Anda telah memakzulkan panglima perang yang pernah diangkat oleh Rasulullah, Anda telah memasukkan pedang ke dalam sarungnya yang dulu dihunus oleh Rasulullah, Anda mengganti sebuah jabatan yang dulu pernah ditetapkan oleh Rasulullah, Anda telah memutuskan hubungan tali silaturrahim, dan Anda telah membenci seorang putra paman.” Umar menjawab, “Anda termasuk kerabat dekat Khalid. Anda juga masih muda, apakah Anda marah atas pemakzulan putra pamanmu itu?” [SR]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four + 4 =