Kata-Kata Ali ra yang Penuh Hikmah

 Kata-Kata Ali ra yang Penuh Hikmah

Kaligrafi Ali ra di Masjid Hagia Sophia, Istanbul.

Ambillah lima nasehat dariku: Janganlah sekali-kali seseorang takut kecuali atas dosa-dosanya. Janganlah menggantungkan harapan kecuali kepada Tuhannya. Janganlah orang yang tidak berilmu merasa malu untuk belajar. Janganlah seseorang yang tidak mengerti sesuatu merasa malu untuk mengatakan ‘Allah a’lam’ saat dia tidak bisa menjawab satu masalah. Sesungguhnya kedudukan sabar bagi iman laksana kedudukan kepala pada jasad. Jika kesabaran hilang, maka akan lenyap pula keimanan, dan jika kepala hilang maka tidak akan ada artinya jasad. (Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dalam Sunannya).

Dia berkata, “Seorang fakih yang benar adalah fakih yang tidak membuat seseorang putus asa terhadap rahmat Allah, tidak memberikan keringanan bagi mereka yang bermaksiat kepada Allah, tidak memberikan rasa aman dari siksa Allah, dan janganlah meninggalkan Al-Qur’an karena membencinya lalu mengambil yang lainnya. Sesungguhnya tidak ada kebaikan dalam sebuah ibadah yang tidak didasari ilmu, dan tidaklah berarti sebuah ilmu yang tidak dibarengi dengan pemahaman, dan bacaan tidak akan berguna tanpa ada perenungan.” (Diriwayatkan oleh Ibnu adh-Dharis dalam kitab Fadhail Al-Qur’an)

Ali berkata, “Yang paling saya suka, jika saya ditanyakan tentang sesuatu yang tidak tahu adalah mengatakan: Allahu A’lam (hanya Allah yang tahu).” (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir).

Dia berkata, “Barangsiapa yang mau berlaku adil pada manusia hendaknya dia mencintai orang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir).

Dia berkata, “Tujuh hal ini adalah dari setan: Marah yang keterlaluan, bersin yang terlalu keras, menguap terlalu keras, muntah-muntah, keluar darah dari hidung, bisik-bisik dan tidur saat berzikir.”

Dia juga berkata, “Makanlah delima dengan lemaknya karena akan memudahkan pencernaan.” (Riwayat al-Hakim dalam kitab Tarikhnya).

“Akan datang satu zaman kepada manusia, dimana seorang mukmin lebih hina dari seorang budak.” (Riwayat Sa’id bin Manshur).

Abul Aswad mengucapkan puisi duka atas kematian Ali dalam bait-bait berikut:

“Wahai mataku, gembirakanlah aku
tidakkah kau linangkan air mata tuk Amirul Mukiminin
Ummu Kultsum terisak menangisinya
dengan linangan air mata saat dia melihat pasti kematiannya
Katakanlah kepada kaum Khawarij dimana pun adanya
tidak akan pernah nyenyak mata para penghasutnya
Apakah mereka menyedihkan kami di bulan puasa
dengan kematian seorang manusia paling baik di antara kami
Kau bunuh penunggang kematian yang paling baik
dan dia menyepelekannya, dan seorang penumpang perahu
Yang memakai sandal dan sepatu yang dipakainya
yang membaca surat-surat dan ayat-ayat Tuhannya
Semua perjalanan hidup yang baik ada padanya
seorang yang dicintai Rasulullah di atas segala makhluk-Nya
Semua Quraisy dimana pun mereka mengetahuinya
bahwa kau adalah yang terbaik nasab dan agamanya
Jika aku menghadap wajah Abu Husein
kulihat rembulan di kepala kita dengan sinar terangnya
Sebelum kematiannya kita berada dalam kebaikan
kita lihat sahabat Rasulullah di tengah kita
Menegakkan kebenaran tanpa ragu dan bimbang
berlaku adil kepada musuh dan kerabat dekatnya
Tidaklah dia menyembunyikan ilmu yang dimilikinya
dia tidak tercipta untuk menjadi manusia sombong di atas bumi-Nya
Manusia saat kehilangan Ali, mereka laksana
binatang yang kebingungan sejak sekian lamanya
Janganlah kau gembira wahai Mu’awiyah bin Shakhr
sebab khilafah selanjutnya akan ada di tengah kita.” []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × 5 =