Kasih Sayang Allah dan Jalan Kembali Manusia

 Kasih Sayang Allah dan Jalan Kembali Manusia

Lafaz Allahu Akbar [sumber: FB Inside the Haramain]

Dari ayat ini terpancar hikmah besar tentang cara kerja kasih sayang Allah dalam kehidupan manusia. Kesalahan bukanlah akhir dari relasi manusia dengan Allah. Justru melalui kesalahan, manusia belajar mengenal kelemahan dirinya dan merasakan luasnya rahmat Tuhan. Allah tidak menunggu manusia datang dalam keadaan sempurna, tetapi mengundang mereka kembali dengan segala kekurangan dan penyesalan.

Ayat ini juga mengandung motivasi spiritual yang sangat kuat. Adam tidak dibiarkan terpuruk dalam rasa bersalah, melainkan dibimbing untuk bangkit. Dalam tafsir al-Ṭabarī dan Ibn Kathīr ditegaskan bahwa taubat Adam merupakan sikap spiritual yang utuh: pengakuan kesalahan, kerendahan hati di hadapan Allah, dan komitmen untuk kembali pada petunjuk-Nya. Ini menunjukkan bahwa manusia tidak diciptakan untuk gagal, tetapi untuk terus belajar bangkit setiap kali terjatuh.

Mufassir kontemporer seperti Quraish Shihab menyoroti sisi pendidikan emosional dari ayat ini. Kesalahan adalah bagian dari perjalanan manusia, tetapi rasa bersalah tidak boleh menghancurkan harapan. Allah menyediakan sarana untuk bangkit: doa, bimbingan, dan rahmat-Nya. Selama manusia masih bernapas, kesempatan untuk kembali selalu terbuka. Tidak ada luka spiritual yang terlalu dalam untuk disembuhkan oleh taubat.

Dalam kehidupan sehari-hari, pesan ayat ini terasa sangat relevan. Taubat bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi mekanisme pemulihan jiwa. Dalam perspektif psikologi spiritual, taubat membantu manusia melepaskan rasa bersalah, menata ulang hidup, dan membangun harapan baru. Kesalahan yang diolah melalui taubat tidak lagi menjadi beban permanen, tetapi sumber pembelajaran dan pendewasaan diri.

Berbagai kajian kontemporer menunjukkan bahwa penghayatan spiritual seperti taubat dan tawakal berkontribusi besar terhadap kesehatan mental dan ketangguhan hidup. Kepercayaan kepada Allah bukanlah sikap pasif, melainkan sumber kekuatan batin yang mendorong manusia untuk bertahan dan terus bergerak maju. Dari kisah Adam, manusia belajar bahwa setiap kejatuhan selalu menyediakan peluang untuk bangkit dengan kualitas diri yang lebih matang.

Pada akhirnya, QS. Al-Baqarah ayat 37 menegaskan bahwa kesalahan bukanlah penutup cerita manusia. Selama pintu taubat masih terbuka, harapan tidak pernah padam. Kisah Adam bukan sekadar cerita awal penciptaan, melainkan cermin perjalanan manusia sepanjang zaman. Setiap kali manusia kembali kepada Allah dengan hati yang tulus, pada saat itulah ia sedang melangkah menuju pertumbuhan spiritual yang lebih dalam dan bermakna.[]

*Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas PTIQ Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

3 × two =