Kapitalisme Gagal Sejahterakan Perempuan

 Kapitalisme Gagal Sejahterakan Perempuan

Ilustrasi

NASIB perempuan saat ini tak kunjung membaik. Mereka terus mengalami penderitaan, menanggung berat beban kehidupan, dan menjadi korban akibat kondisi ekonomi yang sulit.

Seperti yang terjadi pada dua orang perempuan di Sumedang. Keduanya menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Mirisnya tersangka penipuan adalah seorang ibu juga, sehingga ia harus terseret dalam kasus ini.

Lia Agustina Dhinata (39) adalah salah satu korban PMI ilegal. Menurut pengakuan ibunya, Sri Kustinah (62) saat itu anaknya dijanjikan pekerjaan sebagai pekerja salon di Kota Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) dengan kontrak selama 2 tahun. Tetapi pada kenyataannya korban malah diberangkatkan ke negara konflik Suriah. Ia berharap pemerintah bisa membantu kepulangan anaknya dari Suriah. Apalagi anaknya saat ini tengah sakit.

Adapun pelaku penipuan adalah pasangan suami istri berinisial RS (39) dan Y (47) yang kini telah ditangkap polisi Sumedang. Atas perbuatannya, pasutri ini dijerat dengan Pasal 2 ayat 1, Pasal 4 dan atau Pasal 10 UU No 21 tahun 2007 tentang TPPO. Ancaman hukuman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun kurungan penjara serta denda Rp 600 juta. Sementara tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, kedua tersangka terancam paling lama 10 tahun kurungan penjara serta denda Rp15 miliar. (Detikjabar, 12/06/2023)

Kapitalisme Biang Kerok Kesengsaraan Perempuan

Tak dimungkiri menjadi tenaga kerja di luar negeri dianggap sebagai sesuatu yang menjanjikan. Banyak para ibu dan perempuan yang tergiur karena gajinya yang besar. Alasan utamanya adalah kemiskinan.Tidak sedikit dari mereka yang terlilit utang rentenir. Hal ini menyebabkan mereka mencoba untuk mencari peruntungan.

Selain itu, bisa jadi karena rendahnya tingkat pendidikan kaum perempuan saat ini. Ketika rendahnya pendidikan dan minimnya skill (kemampuan) yang dimiliki, menjadi PMI dianggap salah satu solusi.

Saat ini banyak perempuan yang menjadi tulang punggung, ikut menanggung beban mencari nafkah. Pasalnya lapangan pekerjaan di dalam negeri sangat sulit untuk didapatkan. Ditambah dengan mahalnya berbagai kebutuhan pokok yang harus dipenuhi termasuk biaya pendidikan dan kesehatan.

Sayangnya para pekerja ini banyak yang terjebak dan tertipu oleh penyalur PMI ilegal. Perjanjian kontrak pun tak sesuai dengan kesepakatan di awal. Selain itu, saat bekerja di luar negeri mereka rawan mendapatkan tindak kekerasan dari sang majikan. Seperti yang menimpa para asisten rumah tangga di Arab Saudi dan Malaysia.

Sayangnya diantara mereka ada yang tidak kapok meskipun sudah ditipu. Mereka tak jera untuk kembali lagi menjadi PMI. Padahal untuk memulangkan tenaga kerja dari luar negeri tidaklah mudah, ditambah negara harus mengeluarkan biaya yang besar dalam proses kepulangan mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

19 + nine =