Jati Diri Wanita Muslim dalam Diri Siti Khadijah ra

Ilustrasi: Muslimah.
Pertama: Mempunyai keimanan yang tangguh.
آمنت بي إذ كفر الناس
Keimanan yang tangguh ini memiliki beberapa ciri di antaranya:
Pertama: Keimanan tersebut tumbuh dari rasa kesadaran dan atas dasar ilmu, bukan karena ikut-ikutan atau karena takut dikucilkan . Hal ini terlihat dengan jelas, ketika beliau – walau hanya seorang wanita – telah berani menyatakan keimanannya pada nabi Muhammad Saw, di saat orang lain pada menghindar dan mengkafirinya.
Keimanan yang tangguh ini tidak goyah , walau selalu di goyang, yang tak lekang karena panas dan tak lapuk karena hujan. Keimanan semacam inilah yang mengantarkan orang yang memilikinya menuju surga.
Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda:
من قال لا إله إلا الله خالصا من قلبه دخل الجنة
“Barang siapa yang mengucapkan ”La Ilaha Illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya, niscaya akan masuk surga.”
Kedua: Mendukung kepada orang-orang yang membawa kebenaran.
Keimanan yang tangguh itu akan mengantarkan seseorang untuk mendukung orang- orang yang membawa kebenaran, siapa saja tanpa pandang bulu, sekalipun dia bukan dari keluarga, golongan atau kelompoknya.
صدقتني إذا كذبني الناس
Ketiga: Menyakini bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan orang-orang yang selalu menyebarkan kebenaran dan berbuat baik kepada orang lain.
Ini terlihat jelas pada diri Siti Khadijah r.a, ketika Rasulullah Saw pulang dari gua Hira dalam keadaan takut dan cemas setelah ditemui malaikat Jibril as, seraya mengatakan kepada siti Khadijah:
زملوني… زملوني … زملوني …
”Selimutilah saya…selimutilah saya…selimutilah saya!“
Melihat keadaan suaminya seperti itu, siti Khadijah yang mempunyai keimanan yang tangguh tadi, tidak lantas ikut panik dan menjerit-jerit, tapi tetap tegar dan mengatakan dengan sepenuh hatinya:
كلا … والله لا يخزيك الله أبدا ، إنك لتصل الرحم ، وتقرى الضيف ، وتحمل الكل ، وتكسب المعدوم ، وتعين على نوائب الحق .
”Sekali- kali tidak! Demi Allah, sekali- kali Allah tidaklah akan menghinakan kamu selamanya , sesungguhnya anda benar-benar orang yang suka menyambung tali persaudaraan, menghormati para tamu, menanggung orang – orang yang membutuhkan, berusaha memenuhi kebutuhan orang-orang yang tidak mampu, dan membantu orang –orang yang ditimpa musibah.”
Pernyataan Siti Khadijah ra di atas mengandung beberapa pelajaran:
Pertama: Menunjukkan ketegaran Khadijah di dalam menghadapi suatu masalah , hal ini dikarenakan keyakinannya kepada Allah yang begitu kuat. Allah berfirman :
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang member petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS As Sajdah: 24).
Kedua: Menunjukkan bahwa Siti Khadijah telah mampu memahami dengan baik ilmu-ilmu kemasyarakat dan “sunnatullah” di dalam kehidupan manusia ini. Yaitu bahwa siapa saja yang berbuat baik, walaupun sekecil apapun, niscaya dia akan melihatnya cepat atau lambat.
Nilai- nilai semacam ini sebenarnya merupakan bagian dari Aqidah Islam yang harus diyakini oleh setiap muslim. Sangat banyak ayat- ayat Al-Qur’an dan hadist- hadits nabi yang menunjukkan kaedah ini. Diantaranya :
فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره ، ومن يعمل مثقال ذرة شرا يره
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
والله في عون العبد ما كان العبد في عون أخيه
“Allah akan senantiasa menolong hambanya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.”
Ketiga: Menunjukkan bahwa Siti Khadijah telah memahami bahwa orang- orang yang lemah merupakan sumber kekuatan bagi orang- orang yang beriman.
Di dalam hadist disebutkan:
إنما تنصرون وترزقون بضعفائكم
”Sesungguhnya kalian akan mendapatkan pertolongan dan limpahan rezeki dari orang- orang yang lemah.” (HR Bukhari).
Keempat: Keimanan ini mempunyai landasan ilmu yang kuat. Keimanan yang tidak mempunyai landasan ilmu yang kuat, otomatis akan mudah goyang dan mudah terpengaruh dengan orang lain.
Dalam suatu riwayat disebutkan, ketika Rasulullah Saw masih dalam keadaan cemas ketika melihat malaikat., beliau (Siti Khadijah as) menghiburnya dengan kata-kata yang mengandung keilmuan yang mendalam:
أدخل رأسك تحت درعي … أبشر هذه ملك ، إذ لو كان شيطانا لما استحيا
”Masukkan kepala anda ke dalam baju-ku, …. Ini adalah kabar gembira, Karena yang anda lihat adalah malaikat, jika ia syetan tentunya ia tidak malu.”
Tidak sampai di situ saja, ilmu syareah tadi didukung dengan ilmu-ilmu yang lainnya, seperti ilmu sosiologi dan antropologi, atau ilmu –ilmu kemasyarakatan sebagaimana yang terungkap di dalam cerita di atas.
Diantara dalil- dalil yang menyebutkan bahwa keimanan harus berdasarkan atas ilmu adalah firman Allah SWT:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah.” (QS Muhammad: 19)
Beberapa peristiwa di bawah ini menunjukkan bahwa Khadijah as merupakan sosok yang selalu memperhatikan ilmu dan terus mencarinya sehingga ditemukan kebenaran:
1. Menanyakan tafsir mimpinya kepada ulama pada zamannya, Waraqah bin Naufal, yaitu ketika dia melihat matahari masuk ke rumahnya dan menyinar rumah- rumah sekitarnya juga.
2. Mencari orang yang amanat untuk mengurusi dagangannya
3. Menikah dengan orang yang amanat dan berakhlak mulia.
4. Membawa Nabi Muhammada saw kepada Waraqah untuk dimintai pendapatnya tentang pertemuannya dengan Jibril di gua Hira.