Jangan Tergesa-gesa Meminta Keburukan

Ilustrasi
SECARA naluriah, manusia memiliki sifat tergesa-gesa dalam hal apapun. Nyatanya, tergesa-gesa merupakan perilaku yang kerap kali dilakukan baik dalam hal kebaikan maupun keburukan.
Contoh yang dapat diambil dari permasalahan ini adalah perilaku tergesa-gesa dalam berdoa yang buruk. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Isra [17] ayat 11:
وَيَدْعُ ٱلْإِنسَٰنُ بِٱلشَّرِّ دُعَآءَهُۥ بِٱلْخَيْرِ ۖ وَكَانَ ٱلْإِنسَٰنُ عَجُولًا
“Dan manusia (seringkali) berdoa untuk kejahatan sebagaimana (biasanya) dia berdoa untuk kebaikan. Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa.”
Sebelum masuk pada ranah penafsiran Qs. Al-Isra[17]: 11 maka pembahasan yang perlu diulik adalah makna dari tergesa-gesa itu sendiri.
Tergesa-gesa dimaknai dengan sikap terburu-buru untuk meraih sesuatu sebelum masanya. Walaupun Allah menyatakan dalam Qs. Al-Anbiya [21]: 37 bahwa manusia memang diciptakan dengan sifat tergesa-gesa, akan tetapi sebaiknya sifat itu dihindari agar tidak menjadi keburukan yang bisa menimpa diri sendiri.
Ayat ini menerangkan bahwa seringkali ketergesa-gesaan membuat manusia terlalu cepat untuk memutuskan atau melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang dan tidak mempertimbangkan akibat dari spontanitas yang mereka lakukan. Bahkan sekalipun itu merupakan doa dalam hal keburukan. Salah satu penyebabnya tergesa-gesa dalam berdoa mencerminkan kurangnya kesabaran dan kedewasaan dalam menghadapi ujian atau keinginan yang belum terpenuhi. Dan ketergesa-gesaan itu selain karena naluri yang tertanam dalam jiwa manusia juga datang dari syaithan sebagaimana yang tertera dalam sebuah hadits, “kesabaran dari Allah dan ketergesaan dari syaithan” (HR. Tirmidzi)
Menurut Thahir Ibn ‘Asyur, ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya yang membicarakan perihal berita gembira maupun ancaman. Sedangkan mereka para pihak yang diancam sering kali mengolok-olok sembari bertanya kapan ancaman itu terjadi. Pertanyaan itulah yang mampu menggambarkan ketergesaan yang berkesinambungan dengan makna ayat dalam Qs. Al-Isra [17] : 11.
Sebagaimana dalam Qs. Al-Anbiya [21] : 37 yang menjelaskan ketergesaan manusia agar segera membalas perilaku orang-orang yang mengejek Rasulullah dengan segala keburukan. Padahal, Allah mengatakan dalam ayat itu Allah akan menimpakan sesuatu dengan waktu yang dikehendaki atau bisa secara tiba-tiba maka sebaiknya manusia tidaklah meminta agar disegerakan. Karena Allah lah yang lebih mengetahui kapan waktu yang lebih tepat untuk dikabulkan.
Dalam Tafsir Al-Misbah (M. Quraish Shihab, jilid. 7, 430-431) menyoroti bahwa konteks ayat ini tidak mengkerucut dalam hal berdoa atas keburukan. M. Quraish Shihab menjabarkan bahwa manusia kerap kali terburu-buru dalam berdoa, bahkan tanpa sadar bisa memohon hal-hal buruk untuk dirinya sendiri, sebagaimana ia memohon kebaikan. Ini terjadi karena sifat dasar manusia yang tergesa-gesa dan tidak berpikir panjang. Dalam kondisi marah, kesal, atau frustasi, seseorang bisa mengucapkan perkataan, berdoa, maupun bertindak buruk, padahal bila ia sadar akibatnya, tentu ia tidak akan melakukannya. Dan tidak juga apapun yang diminta secara tergesa-gesa langsung Allah kabulkan. Karena, ini menandakan Allah tidak memiliki sifat tergesa-gesa sebagaimana manusia yang yang seringkali tergesa-gesa dalam hal apapun.
Dalam penjelasan yang termaktub dalam Tafsir ibn Katsir, (jilid. 5, 278-279) tentunya berbeda pandangan dengan Tafsir Al-Misbah yang memaknai ketergesaan kepada makna yang lebih umum, tafsir ini menjabarkan bahwa ayat ini lebih mengkerucut maknanya pada ketergesaan manusia dalam hal berdoa yang buruk. Seperti berdoa berupa kematian, kebinasaan, kehancuran, serta laknat dan lain hal sebagainya yang mereka panjatkan kepada diri mereka sendiri, anak, atau bahkan harta kekayaan yang mereka miliki. Padahal, jikalau Allah mengabulkan doa yang mereka panjatkan, maka itu bisa membawa mereka kepada sebuah kebinasaan yang disebabkan oleh kegoncangan dan ketergesaan diri mereka sendiri. Mereka tergesa-gesa dalam berdoa atas keburukan sebagaimana mereka tergesa-gesa berdoa atas kebaikan. Maka di akhir ayat, Allah seakan menegaskan bahwa “Dan adalah manusia itu bersifat tergesa-gesa”.