Jangan Bertuhan pada Hawa Nafsu

Ilustrasi
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). (QS. Al Furqan: 43-44).
DALAM tafsirnya, Ibnu Katsir mengatakan, orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya adalah orang yang menjadikan sesuatu yang dianggapnya baik dan menurut hawa nafsunya dia pandang sesuatu itu baik maka dia jadikan sesuatu itu sebagai agama dan mazhabnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)? Maka Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; Maka janganlah dirimu binasa Karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. Fathir: 8).
Oleh karena itu, Allah SWT berfirman: “Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”
Ibnu Abbas r.a, seperti dikutip Ibnu Katsir, mengatakan, ada seorang lelaki di masa jahiliyah menyembah batu putih, lalu ketika dia melihat batu yang lebih baik menurut pandangannya, maka dia menyembah batu yang kedua dan meninggalkan batu pertama yang telah sekian lama dia sembah. Lalu dalam ayat berikutnya Allah SWT berfirman:
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).”
Artinya, mereka lebih buruk daripada binatang ternak. Mereka diciptakan untuk beribadah kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, sedangkan mereka menyembah selain Allah dan menyekutukan dengan-Nya, padahal sudah ada hujjah atas mereka dan telah diutus para rasul kepada mereka.
Dalam tafsir Al Wajiz dikatakan bahwa orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya itu adalah mereka menyembah batu atau yang lain, lalu mereka melihat batu yang lebih baik, maka mereka tinggalkan batu pertama dan menyembah batu yang mereka anggap lebih baik. Mereka menyembah apa yang mereka senangi. Allah berfirman: “Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” Yakni, apakah engkau memeliharanya sampai engkau bisa mengembalikan orang itu kepada iman yang benar? Artinya, tidak ada kewajibanmu selain sekedar menyampaikan. Dikatakan bahwa ayat ini termasuk yang di-nasakh oleh ayat pedang.
Dalam Al Wajiz juga diterangkan, mereka ini bagaikan hewan-hewan ternak dalam hal kebodohan mereka terhadap ayat-ayat Allah dan bukti-bukti kebenaran-Nya.
Bahkan boleh dikatakan mereka ini lebih sesat mengingat hewan-hewan ternak itu mengikuti orang yang memeliharanya. Sedangkan mereka tidak menaati sang pemeliharanya, yakni Allah SWT, yang telah memberikan nikmat-Nya kepada mereka.
Dalam Tafsir Al Baghawy, dijelaskan, seorang musyrik menyembah batu lalu tatkala dia melihat ada batu yang lebih baik, dia tinggalkan batu pertama dan dia ambil batu kedua untuk disembahnya.