Jadi Sasaran Aksi Boikot Pro-Israel, Starbucks Rugi Hingga Rp170 Triliun

Ilustrasi: Starbucks, salah satu perusahaan pro-Israel yang diserukan untuk diboikot.
Washington (MediaIslam.id) – Perusahaan yang berbasis di Seattle, Washington, Amerika Serikat (AS), Starbucks Corp, dilaporkan mengalami kerugian lebih dari US$11 miliar atau setara dengan Rp170,4 triliun, pada kuartal terakhir.
Disebutkan, kerugian ini merupakan efek dari aksi boikot dan aksi solidaritas Palestina, serta pemogokan karyawan sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023 lalu.
Untuk mengatasi kerugian itu, perusahaan raksasa kopi ini mencoba promosi musim liburan “Hari Piala Merah” yang memungkinkan konsumen menerima cangkir gratis yang dapat digunakan kembali pada setiap pembelian.
Dilansir dari The Cradle, Jumat (08/12/2023), sejak pengumuman skema Starbucks dalam mendukung Israel pada pertengahan November, nilai saham perusahaan tersebut anjlok sebesar 8,96 persen.
Hal ini membuat kapitalisasi Starbucks mengalami kerugian sebesar US$11 miliar, yang merupakan kerugian terbesar yang pernah dialami sejak 1992 silam.
Sebagai informasi, faktor utama kerugian perusahaan-perusahaan barat lainnya, seperti McDonald’s dan KFC, adalah karena aksi boikot internasional yang dilancarkan terhadap perusahaan-perusahaan pendukung Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Keterpurukan finansial yang dialami Starbucks terutama karena waralaba mereka di Mesir. Mereka juga telah melakukan pengurangan jumlah tenaga kerja akibat dampak boikot tersebut.
Selain itu, Starbucks menuntut serikat pekerja mereka, Starbucks Workers United, pada bulan Oktober, setelah keberatan dengan postingan media sosial serikat pekerja itu, yang terlihat jelas mendukung Palestina.
“Workers United memposting pernyataan dengan gambar buldoser yang merobohkan sebagian perbatasan Israel dan Gaza, yang mencerminkan dukungan mereka terhadap kekerasan yang dilakukan oleh Hamas,” demikian bunyi catatan perusahaan yang diperoleh The Intercept.
“Starbucks dengan tegas mengutuk tindakan terorisme, kebencian, dan kekerasan yang dilakukan oleh Hamas, dan kami sangat tidak setuju dengan pandangan yang diungkapkan oleh Workers United.”
Dampak aksi boikot di Asia Barat, dimana sentimen pro-Palestina secara historis kuat, membuat banyak merek barat merasakan dampak buruk seperti di negara Maroko, Kuwait, Yordania, dan negara-negara lain.
“Skala agresi terhadap Jalur Gaza belum pernah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, reaksinya, baik di dunia Arab atau bahkan secara internasional, belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Anggota gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) di Mesir, Hossam Mahmoud.[]