I’tikaf: Keutamaan dan Syarat-syaratnya

 I’tikaf: Keutamaan dan Syarat-syaratnya

Ilustrasi

I’tikaf Kaum Wanita

Wanita boleh ziarah mengunjungi suaminya yang sedang i’tikaf, dan suaminya boleh mengantarkannya hingga ke pintu masjid, seperti yang dikisahkan Shafiyah ra:

“Pada waktu itu Nabi Saw sedang ber’itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, lalu aku pergi mengunjunginya malam-malam. Di sana sudah ada istri-istrinya lalu mereka pun pergilah. Lalu aku berbicara beberapa saat lamanya, kemudian aku bangkit untuk kembali. Maka beliau bersabda: “Jangan kau terburu-buru, biar aku mengantarmu.” Lalu beliau bangun untuk mengantarkan aku (pada waktu itu tempat tinggalnya di rumah Usamah bin Zaid), sehingga tiba di depan pintu masjid, tidak jauh dari pintu Ummi Salamah. Lalu terlihat dua laki-laki Anshar sedang berjalan di sana. Sesudah Nabi Saw melihat keduanya sedang mempercepat jalannya, Rasulullah Saw menegur keduanya. Beliau bersabda: “Janganlah kalian mempercepat langkahmu, ini Shafiyah binti Hayi.” Maka jawab keduanya: Subhanallah, ya, Rasulullah. Rasulullah Saw bersabda lagi: “Sungguh setan itu dalam tubuh anak Adam mengalir seperti mengalirnya darah dalam tubuh, dan aku takut kalau setan itu akan melemparkan ke dalam hati kalian kejahatan atau mengatakan sesuatu.” (HR. As-Syaikhan dan Abu Dawud)

Wanita boleh beri’tikaf bersama suaminya atau sendirian, berdasarkan keterangan Aisyah ra.

“Rasulullah beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sampai beliau meninggal dunia, kemudian istri-istrinya beri’tikaf sesudahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) []

Sumber: Saliem Al Hilali dan Ali Hasan Ali Abdul Hamied, “Berpuasa seperti Rasulullah” (terjemah), Jakarta: GIP.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

20 − five =