Islam di Belanda: Sejarah, Perkembangan, dan Tantangan

 Islam di Belanda: Sejarah, Perkembangan, dan Tantangan

Oleh:

Retno Dwi Astuti | UIN Sunan Kalijaga | Email: retnodwiass25@gmail.com

 

MASUKNYA Islam ke Belanda bermula dari migrasi Muslim pada pertengahan abad ke-20. Awalnya, komunitas Muslim kecil berasal dari Indonesia, negara bekas jajahan Belanda yang baru merdeka saat itu. Termasuk di antaranya tentara Maluku dari Hindia Belanda, dengan jumlah sekitar seribu orang, sebagian kecilnya beragama Islam. Mereka awalnya ditempatkan di penginapan sementara, namun kemudian menetap secara permanen.

Selain itu, migrasi Muslim ke Belanda juga datang dari Suriname, negara jajahan Belanda lainnya. Pada tahun 1960-an, tenaga kerja asal Suriname bermigrasi ke Belanda, dengan jumlah mencapai 5.500 orang pada 1970 dan puncaknya 36.000 orang pada 1975, seiring kemerdekaan Suriname. Migrasi dari Turki dan Maroko juga berkontribusi pada pertumbuhan komunitas Muslim di Belanda, dimulai dengan perjanjian tenaga kerja bilateral pada 1964. Perjanjian ini menarik pekerja dari Turki dan kemudian dari negara non-Eropa, seperti Maroko dan Afghanistan pada tahun 1969.

Menurut Biro Statistik Pusat (CBS) Belanda, pada tahun 1994 jumlah Muslim mencapai sekitar 3,7% dari populasi 15,3 juta jiwa, termasuk sekitar 6.000 Muslim Belanda asli. Pada tahun 2004, persentase Muslim meningkat menjadi 5,8%. Pada Januari 2014, jumlah Muslim di Belanda diperkirakan mencapai 945.000 orang, hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 1990-an. CBS memperkirakan bahwa jumlah ini akan terus meningkat dan mencapai satu juta orang .

Komunitas Muslim di Belanda
Komunitas Muslim di Belanda mulai terbentuk setelah kedatangan imigran asal Indonesia pasca Perang Dunia II, khususnya pada tahun 1945, di mana banyak dari mereka adalah mantan tentara Koninklijk Nederlands Indisch Leger (KNIL). Meskipun jumlah mereka hanya sekitar 1.000 orang, kontribusi mereka dalam pembentukan komunitas Muslim awal tidak terlalu signifikan.

Namun, komunitas Muslim yang lebih besar muncul dengan kedatangan imigran asal Suriname pada tahun 1960-an, di mana jumlah mereka meningkat drastis dari 5.000 orang menjadi sekitar 30.000 orang pada tahun 1980-an, menjadikan mereka salah satu kelompok Muslim terbesar di Belanda.

Selain itu, kelompok Ahmadiyah juga memainkan peran penting dalam pengenalan Islam di Belanda melalui dakwah dan penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Belanda. Mereka mendirikan masjid pertama oleh komunitas Muslim, yaitu Masjid Mubarak, pada tahun 1953, yang menjadi salah satu langkah awal dalam pembentukan komunitas Muslim yang lebih terorganisir di negara tersebut. Seiring berjalannya waktu, komunitas Muslim di Belanda terus berkembang dengan berbagai kelompok etnis dan latar belakang yang berbeda, termasuk imigran dari Maroko, Turki, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Pada tahun 1990-an, jumlah masjid di Belanda telah mencapai lebih dari 300, menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam infrastruktur keagamaan untuk mendukung komunitas Muslim yang semakin besar. Dengan demikian, sejarah komunitas Muslim di Belanda mencerminkan dinamika migrasi dan integrasi yang kompleks serta kontribusi berbagai kelompok dalam membangun identitas Islam di Eropa.

Tokoh Penyebar Agama Islam di Belanda: Abdul Wahid Van Bommel

Abdul Wahid van Bommel adalah seorang tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Belanda. Lahir pada 16 April 1944 di Amsterdam, ia awalnya bernama Wouter van Bommel dan berasal dari latar belakang keluarga Katolik. Setelah menjalani pencarian spiritual yang mendalam, ia memutuskan untuk memeluk Islam pada tahun 1986. Sejak itu, van Bommel mengabdikan hidupnya untuk menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Belanda. Ia aktif dalam berbagai kegiatan dakwah, termasuk mengadakan kuliah dan ceramah di banyak kota untuk meningkatkan pemahaman tentang Islam.

Abdul Wahid van Bommel juga berperan sebagai pemimpin organisasi Islam, termasuk Federatie Organisaties Muslim Nederland, yang kemudian diubah menjadi Islamitische Informatie Centrum.

Melalui organisasi ini, ia memperjuangkan hak-hak umat Muslim di Belanda, termasuk hak untuk melaksanakan shalat lima waktu dan shalat Jum’at. Selain itu, ia dikenal sebagai penulis dan penerjemah, dengan banyak publikasi yang membahas berbagai aspek ajaran Islam dan etika dalam konteks modern.

Pengaruh Abdul Wahid van Bommel terhadap persepsi masyarakat Belanda tentang Islam sangat signifikan. Ia berusaha membangun jembatan antara komunitas Muslim dan non-Muslim, serta memperjuangkan kesetaraan hak bagi umat Muslim. Meskipun kini telah pensiun dari aktivitas dakwahnya, kontribusinya tetap dikenang sebagai salah satu pilar penting dalam perkembangan komunitas Muslim di Belanda.

Perkembangan Islam dalam Politik
Sejak tahun 1990-an, jumlah masjid di Belanda meningkat pesat, mencerminkan pertumbuhan komunitas Muslim yang lebih terorganisir dan terlibat dalam aspek politik. Pada tahun 1994, data menunjukkan bahwa umat Islam mencapai sekitar 3,7% dari total populasi Belanda, dengan mayoritas berasal dari imigran Turki, Maroko, dan Suriname.

Dengan meningkatnya jumlah umat Muslim, terdapat dorongan untuk lebih terlibat dalam proses politik dan pengambilan keputusan di tingkat lokal maupun nasional.

Komunitas Muslim juga mulai membentuk partai politik dan kelompok advokasi untuk mewakili kepentingan mereka. Meskipun tantangan tetap ada, termasuk stereotip negatif dan diskriminasi, upaya untuk meningkatkan representasi politik dan sosial umat Muslim terus berlanjut. Dalam konteks ini, pentingnya dialog antaragama dan pemahaman antarbudaya semakin ditekankan untuk membangun hubungan yang harmonis antara komunitas Muslim dan non-Muslim di Belanda.

Perkembangan politik Islam di Belanda saat ini sangat dipengaruhi oleh dinamika sosial dan politik yang kompleks. Dalam pemilihan umum terbaru, Partai untuk Kebebasan (PVV) yang dipimpin oleh Geert Wilders, seorang politisi anti-Islam, meraih kemenangan signifikan dengan mendapatkan 37 kursi di parlemen.

Kemenangan ini mencerminkan meningkatnya ketidakpuasan masyarakat terhadap isu imigrasi dan kebijakan terkait Islam, meskipun Wilders sempat melunakkan retorika anti-Islamnya selama kampanye.

Meskipun demikian, komunitas Muslim di Belanda, yang terdiri dari sekitar 5% dari total populasi, terus berupaya untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan meningkatkan representasi dalam politik. Organisasi-organisasi Muslim, seperti Federatie Organisaties Muslim Nederland dan Islamitische Informatie Centrum, berperan dalam mewakili kepentingan umat Muslim dan memperjuangkan dialog antaragama. Di sisi lain, meskipun terdapat tantangan dari partai-partai sayap kanan yang mengusung kebijakan anti-Islam, komunitas Muslim tetap aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan politik.

Mereka berusaha untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan masyarakat non-Muslim dan meningkatkan kesadaran tentang kontribusi positif Islam di Belanda.

Kegiatan ini termasuk diskusi antaragama dan program pendidikan untuk generasi muda Muslim. Secara keseluruhan, meskipun ada tantangan yang signifikan dalam konteks politik saat ini, komunitas Muslim di Belanda terus beradaptasi dan berusaha untuk memperkuat posisi mereka dalam masyarakat.

Dampak Sosial Anti-Islam di Belanda

Dampak yang ditimbulkan akibat kemenangan Geert Wielders pada pemilu 2023 Kemenangan Geert Wilders dan partainya, Partai untuk Kebebasan (PVV), dalam pemilu terbaru di Belanda telah menimbulkan dampak signifikan bagi umat Muslim di negara tersebut. Wilders, yang dikenal dengan pandangannya yang keras terhadap Islam, sebelumnya mengusulkan berbagai kebijakan kontroversial, termasuk larangan terhadap masjid, sekolah Islam, dan Al-Qur’an. Meskipun dalam beberapa pernyataan pasca pemilihan ia menunjukkan tanda-tanda moderasi dengan menunda beberapa proposal tersebut, kekhawatiran tetap ada di kalangan komunitas Muslim mengenai potensi pengetatan kebijakan imigrasi dan pembatasan hak-hak mereka.

Reaksi dari komunitas Muslim di Belanda menunjukkan rasa cemas dan ketidakpastian. Banyak pemimpin Muslim, seperti Habib el Kaddouri dari asosiasi Maroko-Belanda, menyatakan bahwa kemenangan Wilders membuat mereka merasa tidak aman dan terancam. Mereka khawatir bahwa kebijakan anti-Islam yang diusulkan dapat mengarah pada diskriminasi yang lebih besar dan pengucilan sosial.

Wilders sendiri menyatakan bahwa dia akan memprioritaskan masalah-masalah yang lebih luas, seperti krisis perumahan dan biaya hidup, tetapi tetap mengingatkan bahwa pengurangan jumlah imigran non-Barat akan membantu mengurangi “Islamisasi” di Belanda. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk melunakkan retorika, inti dari kebijakan PVV masih berfokus pada pengurangan pengaruh Islam dalam masyarakat Belanda. Secara keseluruhan, kemenangan Wilders menciptakan tantangan baru bagi umat Muslim di Belanda, yang harus menghadapi kemungkinan kebijakan yang lebih ketat dan meningkatnya ketegangan sosial dalam konteks politik yang semakin polarised.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

six − one =