Imam Asy-Syafi’i, Ulama Terkemuka Pionir Ilmu Ushul Fiqh
Ilustrasi
Imam Asy-Syafi’i juga dikenal luas rajin membaca Al-Qur’an. Diceritakan dari para muridnya secara mutawatir (terlalu banyak orang yang menceritakannya sehingga tidak mungkin mereka semua sepakat berbohong) bahwa ia terbiasa mengkhatamkan Al-Qur’an satu kali setiap hari, dan pada bulan Ramadhan mengkhatamkan Al-Qur’an 60 kali.
Perihal akhlak, Imam Asy-Syafi’i berkepribadian dan bergaris keturunan mulia: pemurah dan dermawan: ia sangat banyak memberi kepada orang yang kesulitan dan membutuhkan uluran tangan: tidak pernah sekali pun ia menolak orang yang meminta sesuatu kepadanya. Selain itu, Imam Asy-Syafi’i sangat menjauhi perdebatan dan pertengkaran: ikhlas dan senantiasa menasihati umat. Ia menghendaki kebaikan untuk segenap kaum muslimin.
Tentang dirinya sendiri, Imam Asy-Syafi’i pernah berkata, “Aku berharap sekiranya masyarakat mempelajari ilmu ini (maksudnya seluruh kitabnya) tanpa mengalamatkan satu pun isinya kepada diriku.”
Karya-Karya Imam Asy-Syafi’i
Era Imam Asy-Syafi’i bukanlah era kodifikasi dan penyusunan ilmu. Saat itu, ilmu masih ditransfer dan dipelajari dengan jalan talaqqi (penerimaan pelajaran secara tatap muka privat) dan pengajaran-pengajaran langsung.
Selain itu, Imam Asy-Syafi’i sibuk menyebarkan mazhabnya sambil berpindah-pindah ke berbagai negeri guna berguru kepada para ulama dan syekh. Akan tetapi, seluruh aktivitas tersebut tidak menghalangi Imam Asy-Syafi’i menghasilkan karya tulis, kendati masih amat banyak ilmunya yang tidak sempat tertuang dalam kitab-kitabnya.
Imam Asy-Syafi’i merupakan pionir ilmu ushul fiqh melalui kitabnya yang terkenal, Ar-Risalah. Kitab tersebut ia tulis berdasarkan nasihat gurunya, Abdurrahman bin Mahdi. Kitab Ar-Risalah merupakan batu bata pertama dalam pembangunan ilmu ushul fikih. Imam Asy-Syaff’i menyusun kitab itu di usia 30-an.
Dalam Ar-Risalah, Imam Asy-Syafi’i meletakkan dasar argumentasi ijma’, makna-makna Al-Qur’ an, An-Nasikh wal Mansukh, dan penerimaan khabar.
Tak hanya itu, Imam Asy-Syafi’i juga menulis kitab Al-Umm yang memuat berbagai jawaban, pendapat, dan fatwanya. Ia juga melahirkan banyak kitab lain: ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat, kendati ia memiliki kemampuan berbahasa yang sangat elok dan fasih dalam setiap debat ataupun diskusi. Kemampuan linguistik tersebut tidak dimiliki seseorang pun di zamannya.
Ada ulama yang menyebutkan bahwa Imam Asy-Syafi’i memiliki karya lebih dari 100 kitab dalam disiplin ilmu-ilmu Al-Qur’an, sunan serta musnad, dan berbagai cabang keilmuan. Karya-karya tersebut dihafal, dihimpun, dan dilestarikan para ulama serta imam. Sampai-sampai Ishaq bin Rahawaih menikahi seorang wanita yang sebetulnya tidak ingin ia nikahi, lantaran si wanita adalah janda seorang laki-laki yang memiliki banyak kitab Imam Asy-Syafi’i.
Al-Jahizh, sang ahli sastra, berkata, “Aku telah membaca tulisan para pakar yang menguasai bidang keilmuannya, tetapi aku tidak menemukan tulisan yang lebih baik daripada tulisan Al-Muthallibi-maksudnya adalah Imam Asy-Syafi’i. Seakan-akan lidahnya menyusun rangkaian mutiara.” [SR]
Sumber: Syaikh Syarif Abdul Aziz, “Cobaan Para Ulama”, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2012.
