Ilmu, Ulama, dan Adab

Oleh:
Hana Annisa Afriliani, S.S
Sonhaji, penjual es teh keliling, belakangan ini menjadi viral pasca beredarnya video dirinya yang tengah diolok-olok oleh Gus Miftah dalam acara “Magelang Bersholawat Bersama Gus Miftah dan Habib Zaidan Bin Yahya” di Lapangan Drh. Soepardi, Kota Mungkid, Magelang, pada 20 November 2024.
Pasca kejadian tersebut, banyak netizen yang berekasi marah atas apa yang dilakukan oleh Gus Miftah. Beliau dianggap tidak beradab karena melakukan olok-olok di depan public. Sebaliknya dukungan netizen terhadap Pak Sonhaji pun datang bertubi-tubi, termasuk dari para public figure dan influencer. Bahkan ada yang memberinya uang tunai Rp100 juta sebagai modal usaha, bahkan berjanji akan membiayainya umrah. Akhirnya, Gus Miftah membuat pernyataan minta maaf dan mengatakan bahwa apa yang dikatakannya kepada pedagang es the keliling tersebut hanyalah guyonan.
Sungguh ironis! Sosok yang dikenal sebagai tokoh agama dan utusan khusus presiden dalam bidang toleransi dan kerukunan umat beragama justru membuat aksi yang menodai agama itu sendiri. Betapa tidak, agama mengajarjan kita untuk berperilaku dan berkata baik kepada orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Berkatalah yang baik atau diam.”
Bahkan Imam Malik rahimakumullah pernah mengatakan “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Ya, karena ketinggian adab akan menutupi sedikitnya ilmu, namun sebaliknya banyaknya ilmu takkan mampu menutupi kurangnya adab. Inilah mengapa Islam memandang pentingnya kita memiliki adab yang baik, terlebih bagi seorang ulama yang dari lisannya haruslah mengalir kata-kata hikmah dan mengandung kebaikan, bukan kata-kata kotor apalagi mengandung hinaan.
Adab adalah bagian dari kepribadian Islam seorang muslim. Dan adab merupakan cerminan atas ketakwaannya kepada Allah. Karena adab yang baik merupakan tuntutan syariat atas setiap hamba. Dalam Islam, terpuji dan tercela diukur dengan standar syariat Islam, bukan perasaan dan penilaian pribadi yang bersifat subjektif.
Maka, Islam menuntut umatnya untuk mempelajari Islam secara keseluruhan, dari akar hingga daunnya. Islam terbagi atas dua hal yakni akidah dan Syariah. Adapun adab masuk dalam ranah Syariah. Allah mewajibkan kita untuk tunduk dan patuh kepada seluruh syariahNya, jika tak ingin dikatakan sebagai Islam KTP saja. Termasuk dalam perkara penerapan adab-adab Islam dalam kehidupan.
Bercanda Ada Adabnya
Dalam Islam, bercanda itu diperbolehkan. Meski demikian ada rambu-rambu yang harus diperhatikan. Inilah beberapa adab bercanda yang harus dipahami oleh umat Islam agar tidak terjerumus ke dalam dosa.
Pertama, tidak boleh mengandung kebohongan. Karena berbohong hukumnya haram dan termasuk ke dalam akhlak yang tercela.
Dari Abu Wail dari Abdullah ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong. Dan hendaklah kalian jujur, sebab jujur menggiring kepada kebaikan, dan kebaikan akan menggiring kepada surga. Dan sungguh, jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai orang yang jujur.”
Selain itu ada juga hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad, at-Turmudzi, dan Hakim, yang berbunyi: “Celaka bagi orang yang berbicara kemudian dia berbohong supaya bisa membuat tertawa masyarakat. Celaka baginya, celaka baginya.”
Tak hanya itu, Rasulullah saw juga bersabda, “Aku juga bercanda namun aku tetap berkata yang benar.” (HR. Thabrani dalam Al Kabir 12: 391).
“Seseorang tidak dikatakan beriman seluruhnya sampai ia meninggalkan dusta saat bercanda dan ia meninggalkan debat walau itu benar.” (HR. Ahmad 2: 352).
Kedua, tidak boleh mengolok-olok atau menghina orang lain. Sebagaimana Allah Swt telah mengingatkan dalam surah Al-Hujurat:11, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)”
Ketiga, tidak boleh mengolok-olok agama. Allah berfirman Al-Qur’an surat At Taubah ayat 65 sebagai peringatan.
وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ
Artinya: Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, mereka pasti akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
Demikianlah seorang muslim hendaknya memahami akan wajibnya memiliki adab dalam setiap perilakunya. Bukankah Rasulullah saw sebagai suri teladan bagi kita telah mengajarkan sebaik-baiknya akhlak? Stop menormalisasi bercandaan yang bernada mengolo-olok karena dalam pandangan Islam hal tersebut merupakan bentuk kemaksiatan yang nyata. Wallahu’alam bis shawab.*