HIV/AIDS Menjamur, Waspadalah!

Ilustrasi
MENGERIKAN! Data statistik pengidap HIV/AIDS semakin meningkat. Untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada tahun 2022 tercatat 177 kasus positif. Tak hanya orang dewasa yang tertular tapi juga bayi, anak-anak dan remaja. Rinciannya yaitu 3 orang berusia di bawah 4 tahun, 3 orang berusia 5-14 tahun, 6 orang berusia 15-19 tahun, 23 orang berusia 20 -24 tahun, 119 orang berusia 25-45 tahun. Cakupan tempatnya pun sudah tersebar di seluruh kecamatan. Menurut Dinas kesehatan, 80 persen penyebab HIV/AIDS adalah seks bebas, baik dari heteroseksual maupun homoseksual (www.bangka.tribunnews.com, 16/12/2022).
Untuk skala nasional, kementerian kesehatan hingga Juni 2022 mencatat 519.158 kasus positif. Pengidapnya banyak usia produktif. Yang menyedihkan tercatat 12.533 anak berusia di bawah 14 tahun yang terinfeksi. Daerah penyebaran terbanyak, tak hanya terpusat pada provinsi padat seperti DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali. Tapi juga provinsi kurang padat seperti Papua, Sulawesi Selatan dan Kepulauan Riau. Penyebab penyebarannya tetap didominasi seks bebas baik heteroseksual dan homoseksual dan penggunaan jarum Napza (www.detik.com, 28/08/2022).
Dengan maraknya kasus HIV/AIDS, kementerian kesehatan mengakui belum optimal dalam penanganannya. Selama ini penanganan lebih tertuju pada upaya kuratif, baik pendampingan para pengidap maupun penggunaan obat. Tapi kementerian kesehatan tetap mempunyai target yaitu tahun 2030 Indonesia bisa bebas infeksi HIV baru, bebas kematian terkait AIDS dan bebas stigma diskriminasi.
Mampukah Indonesia Bebas HIV/AIDS?
Pengakuan penyebab HIV/AIDS dari seks bebas harusnya memberikan kesadaran bahwa hal inilah yang harus dihentikan. Artinya penanganannya harus tertuju pada preventif bukan hanya kuratif. Preventif ini dilakukan dalam bentuk mencegah terjadinya seks bebas baik homoseksual maupun heteroseksual.
Tapi sayangnya, seks bebas dalam sistem hari ini justru yang dibuka luas panggungnya. Tayangan televisi maupun media sosial banyak mengumbar aurat dan adegan seronok. Tayangan tersebut selalu subur karena mendatangkan pundi materi yang berlimpah nan menggiurkan bagi pihak yang terjun di dalamnya. Pun sama pangkalan Pekerja Seks Komersial (PSK) selalu ada di sudut-sudut kota di penjuru provinsi. Aktivitas seksual illegal di dalamnya tak pernah mati. Diperparah era digital sekarang, prostitusi online semakin marak. Yang semakin mengerikan penyakit LGBT menjadi tren gaya hidup dan dipromosikan secara massif dalam ruang opini masyarakat.
Atas nama Hak Asasi Manusia (HAM), segala seks bebas di atas ‘dimaklumi’ kemaksiatannya. Atas nama HAM kemaksiatan ‘dilindungi’ dan ‘dibebaskan’. Atas nama HAM, akibat negatif dari seks bebas di atas tidak dihiraukan. Padahal HAM adalah ide sekuler yang memang tak berasas pada agama. Wajar kemaksiatan ‘legal’ di mata HAM, karena agama ‘diamputasi’ tak mengatur perbuatan masyarakat.
Sanksi yang diberlakukan pun tak tegas. Baik pada orang yang mengumbar aurat, beradegan seronok, PSK, maupun LGBT. Memang betul dalam KUHP ada pemberlakuan hukuman penjara dan/atau denda bagi pelaku video mesum dan kumpul kebo. Tapi hanya bersifat delik aduan yang tidak akan menjadi perkara hukum selama belum ada pengaduan dari pihak yang berhak. Tidak ada pasal atau ketentuan khusus dalam KUHP yang dapat memidanakan PSK. Pun sama belum ada regulasi hukum yang mengatur pidana bagi pelaku LGBT. Miris. Dengan kondisi seperti ini apakah Indonesia akan bebas HIV/AIDS?
Islam, Solusi Tuntas HIV/AIDS
Mengumbar aurat, beradegan seronok, mendekati zina saja dilarang dalam Islam, apatah lagi melakukannya zina dan LGBT. Sejak 1400 tahun lalu, Al-Qur’an dan Hadits menjelaskan bahwa zina perbuatan fahisyah (keji) dan LGBT perbuatan faahisyah (induk kekejian). Karena sudah terang benderang dampak negatif perbuatan maksiat tersebut. Akal manusia yang sehat mampu mengindra kefasadan perbuatan tersebut. Sehingga sanksi tegas diberlakukan pada pelaku perbuatan maksiat tersebut.