Hidupkan “Masjid Musafir” Jakarta-Depok

 Hidupkan “Masjid Musafir” Jakarta-Depok

Oleh:

Yons Achmad || Pegiat masjid, tinggal di Depok

 

Masjid itu, tepatnya berada di Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Kita namakan saja dengan “Masjid Musafir”. Saya membayangkan, kelak, bakal marak kegiatan-kegiatan di masjid itu dengan sentuhan “Branding” dan “Event-event” yang tepat. Ramadhan tahun ini, menjadi semacam momentum perkenalkan masjid itu dengan konsep yang lebih “Milenial dan Gen-Z”

Bayangkan, para pekerja asal Depok dan sekitarnya. Sekira jam limaan pulang kantor di Jakarta. Langsung tancap gas naik motor atau mobil. Sayang, macetnya tak terkira seperti biasa. Nah, masjid ini menjadi semacam saksi orang-orang yang transit, sekadar melepas lelah sebentar, shalat maghrib, untuk lanjut lagi, pulang ke rumah masing-masing.

 

Maka, izinkan saya menamakannya dengan “Masjid Musafir”.

Mungkin, maknanya tidak begitu pas, tapi kita lakukan perluasan makna di sini. Istilah musafir sendiri, dalam Islam dikenal sebagai mereka yang melakukan perjalanan jauh dengan tujuan tertentu, sekira 85 kilometer. Sementara, “Musafir” dalam pengertian yang saya ajukan di atas, sebatas memberikan sentuhan “Branding” saja untuk kenalkan lebih dekat masjid ini ke masyarakat. Bukan saja musafir dalam perjalanan fisik. Tapi tempat berkumpul para musafir dalam haus dalam ilmu, pemikiran dan perjalanan kehidupan.

Secara fisik, masjid itu lumayan besar. Sekira, satu setengah lebih besar dari Masjid Jogokariyan Jogjakarta. Aktivitas shalat berada di lantai 2 dengan kapasitas sekira 500 orang. Di bawah, ada semacam aula yang sepertinya juga cukup untuk berkegiatan beragam event dengan kapasitas 300 sampai 500 orang. Ada juga selasar, tempat para “Musafir” tiduran, duduk melepas lelah yang tidak mengganggu jamaah shalat karena berada di lantai bawah.

Bangunan samping, ada semacam kantor DKM dan beberapa “Kios” yang bisa difungsikan menjadi berbagai unit bisnis. Seperti “Klinik Kesehatan”, “Unit Pengumpulan Infak, Zakat dan Wakaf”, “Mikro/Mini Market”. Sementara, di atas, bisa digunakan semacam untuk “Studio Podcast” atau “Kedai Kopi”. Khusus bagian depan masjid, boleh juga lapak-lapak UMKM diberdayakan.

 

Bayangan saya semacam itu…

Kabar baiknya, sebuah senja yang bahagia, sambil menyantap soto hangat dan segelas es teh, saya diundang jumpa dengan ketua Yayasan masjid itu. Seorang pemuda yang lahir di daerah tersebut. Lama berkiprah di Depok dan kini bakal kembali fokus untuk urusi masjid itu.

Saya, tentu senang ketika dilibatkan untuk hidupkan “Masjid Musafir” itu dengan beragam event-event menarik dan kalau perlu masjid itu dibuka 24 jam penuh agar masjid bisa berfungsi secara maksimal. Bismillah, setidaknya itu beberapa gambaran ide yang terbayang. Untuk kegiatan terdekat, semacam gelar “Ngaji Budaya” atau pelatihan-pelatihan “Konten Kreator” boleh juga. Nah, menurut teman-teman, ada ide apa? Kalau menarik, boleh juga kita “eksekusi” sama-sama.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

sixteen + seventeen =