Delapan Karakter Pendidik: Belajar dari Rasulullah Saw

 Delapan Karakter Pendidik: Belajar dari Rasulullah Saw

Ilustrasi: Seorang guru dan muridnya.

Ketiga, Cerdas

Seorang pendidik harus pandai dan cerdas (fathanah), sehingga dia bisa menganalisis masalah obyek didiknya yang sangat rumit. Jika masalah tersebut baik, dia bisa menjadikannya sebagai cara terbaik bagi obyek didik tersebut untuk mengembangkannya. Dan jika masalah tersebut buruk, dia bisa memilih cara terbaik untuk menyelesaikannya. Dia juga bisa menganalisis apa yang relevan dan tidak dengan obyek didiknya. Dia juga bisa memahami emosi jiwanya dengan melihat raut mukanya. Juga bisa memahami perbedaan-perbedaan pribadi di antara mereka yang begitu rumit. Sebab, tugasnya adalah menyelami relung jiwanya melalui perbedaan-perbedaan tersebut, atau memanfaatkannya dengan maksimal untuk mengarahkan tiap individu pada hal-hal yang bisa diraihnya.

Rasulullah Saw sebagai utusan Allah SWT telah dihujani oleh Allah dengan sifat kecerdasan sebagai fitrah asal beliau. Seluruh analisis yang menganalisis kepribadian Rasulullah Saw dan para ulama ushuluddin telah sepakat bahwa Rasulullah Saw secara pribadi, serta Rasul-rasul yang lain mempunyai sifat cerdas.

Keempat, Tawadhu

Seorang pendidik harus bersikap tawadhu kepada obyek didiknya. Sebab, kesombongannya hanya akan menambah jarak antara dirinya dengan obyek didiknya. Dan, ketika jarak tersebut semakin renggang, maka pengaruhnya akan hilang.

Rasulullah Saw – sebagai penghulu para pendidik – adalah orang yang paling tawadhu, hingga begitu tawadhunya sampai ketika beliau bertemu anak-anak, beliaulah yang terlebih dulu mengucapkan salam kepada mereka. Hingga ketika salah seorang budak perempuan Madinah meraih tangan Rasulullah Saw, dia pun bisa menggapainya dengan sesuka hatinya. Bahkan, ketika beliau bertemu seorang lelaki, beliau pun menyalaminya, dan tidak melepaskan tangan beliau sampai lelaki itu melepaskan tangannya. Beliau juga tidak memalingkan mukanya sampai lelaki itu memalingkan mukanya.

Kelima, Berhati Lembut (Hilm)

Seorang pendidik harus berlapang dada dan berhati lembut (hilm). Dia tidak boleh dihasut oleh kesalahan, bahkan oleh penghinaan yang ditujukan kepadanya. Tetapi, dia harus menyimpannya kemudian mengemukakannya dengan nada meremehkannya. Setelah itu, dia harus mengarahkan perhatiannya untuk memecahkan faktor penyebab kesalahan tersebut.

Rasulullah Saw adalah orang yang paling berhati lembut, hingga tak seorang pun bisa menghina beliau. Telah diriwayatkan dari Anas bin Malik yang bertutur: “Saya pernah berjalan dengan Rasulullah Saw dan beliau memakai selimut buatan Najran, yang kulit luarnya kasar. Ketika beliau diketahui oleh orang Badui, tiba-tiba orang tersebut menarik selendang (syal) beliau dengan tarikan yang sangat kuat, sehingga saya melihat leher Rasulullah Saw meninggalkan bekas kulit selimut akibat kuatnya tarikan tadi. Kemudian orang tersebut berkata: ‘Wahai Muhammad, berikan kepadaku harta Allah yang kamu miliki. – dalam riwayat lain dinyatakan: Anda tidak membawakan untukku dari harta anda, dan juga harta bapak anda – Rasulullah kemudian menoleh kepadanya, dan tertawa, lalu memerintahkan agar dia diberi (harta benda).”

Keenam, Pemaaf dan Pengampun

Kelembutan hati Rasulullah Saw tatkala perlakuan buruk ditujukan kepada pribadi beliau membuat beliau selalu menyertainya dengan ampunan dan pemberian maaf kepada pelakunya, agar orang itu bisa memulai kembali kehidupan barunya.

Rasulullah Saw telah memaafkan orang Yahudi yang menyihirnya. Beliau juga telah memaafkan seorang wanita yang telah menaburkan serbuk racun dalam daging kambing yang disajikan kepada beliau. Beliau juga memaafkan Ghaurats yang berniat membunuh beliau. Demikian juga memaafkan orang yang berbuat nista kepada beliau, termasuk orang Badui yang telah menaik syalnya hingga kulit selimutnya membekas di leher beliau. Beliau juga bisa memaafkan orang Badui yang diberi sesuatu oleh Rasul, kemudian beliau tanya: “Apakah aku sudah berbuat baik kepadamu?” Dia menjawab: “Tidak. Dan anda pun tidak pernah berbuat baik.”

Beliau juga telah memaafkan penduduk Makkah setelah mereka menganiaya dan mengusir beliau dari negerinya, serta memerangi beliau di mana saja beliau berada. Beliau bersabda kepada mereka, “Tak ada celaan sedikit pun yang layak ditujukan kepada kalian. Pergilah, kalian semuanya bebas.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eight + eighteen =