Delapan Karakter Pendidik: Belajar dari Rasulullah Saw

 Delapan Karakter Pendidik: Belajar dari Rasulullah Saw

Ilustrasi: Seorang guru dan muridnya.

SELAIN sebagai Nabi dan Rasul, Muhammad Saw adalah seorang pendidik. Sebagai seorang pendidik terbukti Rasulullah telah berhasil mengubah bangsa Arab yang bertabiat kasar menjadi rahib di malam hari, dan para penunggang kuda yang tangguh di siang harinya.

Mereka satu sama lain saling mencintai, seperti kecintaan terhadap diri mereka sendiri. Mengutamakan orang lain melebihi dirinya, meski mereka sangat membutuhkannya. Sampai-sampai lawan dan kawan memberikan pengakuan atas perilaku agung mereka. Begitu juga Allah SWT, Dzat Yang Menciptakan mereka, telah menyematkan gelar “umat terbaik” yang dilahirkan untuk manusia; mereka senantiasa menegakkan kemakrufan, mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah SWT.

Kesuksesan Rasulullah dalam mendidik bangsa Arab, selain dengan strategi pendidikan yang jitu, tentu tidak lepas dari sifat-sifat teladan beliau sebagai seorang pendidik. Profesor Doktor Muhammad Rawwas Qal’ah Jie, dalam kitabnya, “Dirasah Tahliliyah li Syakhsiyyah ar-Rasul Muhammad”, menjelaskan setidaknya ada delapan sifat Rasulullah yang harus jadi teladan para pendidik agar sukses dalam mendidik masyarakat.

Pertama, Kasih Sayang

Sifat ini wajib dimiliki oleh setiap pendidik. Karenanya, orang yang hatinya keras, tidak layak menjadi pendidik. Sebab, kasih sayang ini merupakan perasaan sensitif yang secara otomatis bisa mendorong pendidik untuk tidak suka meringankan beban orang yang dididiknya.

Ketika membicarakan sifat-sifat Rasulullah Saw, kita akan menyaksikan, bagaimana beliau memendekkan shalatnya ketika mendengar tangis anak kecil di belakang shaf (barisan), karena kasih sayang beliau kepada ibunya yang merasakan kepedihan tangis anaknya.

Kita juga bisa menyaksikan bagaimana beliau telah menerima penganiayaan orang-orang musyrik Makkah, dan di Thaif pun beliau mendapatkan hal yang sama, ketika beliau didatangi malaikat penunggu gunung agar diperintahkan untuk menghancur leburkan suku Tsaqif, yang telah menghina dan menganiaya beliau, maka perasaan kasih sayang yang memenuhi kalbu beliau, sang pendidik agung itu pun tergerak, kemudian beliau mengubah adzab dengan doa untuk mereka, “Semoga Allah melahirkan dari generasi mereka, orang yang menyembah-Nya.”

Anas bin Malik juga pernah berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang begitu menyayangi keluarganya, melebihi Rasulullah Saw.”

Kedua, Sabar

Sabar adalah bekal setiap pendidik. Setiap pendidik yang tidak berbekal kesabaran, ibarat musafir yang melakukan perjalanan tanpa bekal. Bisa jadi dia akan celaka, atau kembali.

Jika kita menelusuri biografi sang pendidik agung, Nabi saw ini, kita akan melihat bahwa beliau merupakan lambang kesabaran yang patut dikibarkan, sabar terhadap penganiayaan kaumnya yang dilakukan terhadap tubuh beliau, juga penyiksaan mereka terhadap nyawa beliau, sampai urusan (yang beliau emban) itu nampak jelas di hadapan mereka, dan kecemerlangan tujuan beliau pun terlihat dengan jelas di depan mata mereka. Maka, kebencian mereka kepada beliau pun berubah menjadi cinta, dan penganiayaan mereka berubah menjadi kasih sayang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

17 − four =