Cirebon Zona Merah Tawuran Pelajar, Butuh Solusi Mendasar
Ilustrasi
Penelitian yang sama menyebutkan beberapa faktor risiko terjadinya kenakalan remaja: pernah merasakan kekerasan dari orang dewasa, kurangnya pengawasan orang tua, minimnya peran ayah, kurangnya pengaruh agama dalam keluarga, kemiskinan keluarga, peraturan sekolah yang tidak disiplin, memiliki teman yang terlibat kenakalan remaja, dan terlibat dalam geng bermasalah.
Melihat adanya gangguan dalam karakter remaja yang cenderung kepada kekerasan, maka pencegahan dan penanganannya pun harus berupa pembinaan karakter, yang bersifat mendalam, personal, interaktif, dan intensif. Selain dari sisi remaja, perlu juga ada perubahan sistemik di masyarakat, demi menciptakan lingkungan yang kondusif untuk perkembangan anak dan remaja.
Solusi Sistemik: Menyasar Remaja dan juga Lingkungannya
Pencegahan pada remaja tidak cukup hanya transfer informasi dan transfer ilmu saja, karena tidak bisa menjamin seberapa paham dan seberapa komitmen para generasi muda dalam menjalankannya. Apalagi jika hanya secara komunal. Diperlukan pembinaan intensif dan personal, tegas namun bukan berarti kasar, dengan tetap mendengarkan dan memenuhi kebutuhannya.
Materi pembinaan haruslah materi yang menyeluruh dan mendasar, karena salah satu pemicu tawuran adalah konsep diri remaja yang masih mudah terbawa arus, terbawa suasana, terbawa emosi, terbawa eksistensi diri, belum punya jati diri yang ajeg. Masih cenderung mengikuti naluriah saja tanpa pemikiran yang matang.
Konsep yang cocok untuk mengisi kekosongan ini dimulai dari memahami jati diri yang dibangun dari proses berpikir, dengan pemikiran menyeluruh yang bisa menjawab seluruh pertanyaan manusia dimulai dari tujuan hidupnya, supaya remaja tidak kehilangan arah. Remaja akan paham untuk apa tujuan hidupnya sehingga tidak mudah terbawa suasana dan fokus melakukan aktivitas bermanfaat.
Konsep yang dapat digunakan dalam hal ini adalah konsep akidah Islam, yang tentu saja sebenarnya sudah familiar, sesuai dengan fitrahnya, lengkap dan detil pemikirannya. Hanya saja, akidah Islam ini kurang terinternalisasi, hanya sebatas dihafal dan dipelajari namun tidak ada rasa takut kepada Allah dalam berperilaku, padahal semua perbuatan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Remaja muslim beragama Islam, mengerjakan sholat, ikut lebaran, tapi meninggalkan syariat Islam yang lain. Adab dalam masyarakat, adab dalam berbicara dan bergaul, larangan mengejek serta menyakiti orang lain. Emosi dikontrol dengan ibadah mahdloh dan syariat lainnya. Dalam syariat Islam, penganiayaan adalah hal yang dilarang, bahkan ada hukumannya (jinayat).
Membina dengan konsep Islam harus ditanamkan secara menyeluruh (kaffah), tidak bisa mengambil bagian tertentu saja. Apabila dipisah-pisah sebagaimana paham sekulerisme, maka percuma saja memberikan pemahaman agama, karena akan selalu dijauhkan dari kehidupan. Tahu bahwa melukai orang itu dilarang, tapi ya diabaikan saja, toh agama tidak ada dalam kehidupan sehari-hari.
Perubahan sistemik juga harus dirumuskan untuk menuntaskan masalah ekonomi, masalah keluarga, sistem pendidikan, serta masalah sosial di masyarakat, sebagai lingkungan yang memengaruhi perkembangan anak dan remaja. Apalagi sekarang ditambah lingkungan sosial media. Diperlukan lagi konsep yang lengkap dan detail untuk menangani masalah multidimensi seperti ini.
