Centang Perenang Pilkada Serentak 2024
Ilustrasi: Pilkada Serentak 2024
Jika demokrasi memandang politik hanya sebatas pada kekuasaan yang menjadi wasilahnya meraup keuntungan pribadi dan kelompok. Berbeda dengan Islam, politik dalam Islam adalah mengurusi rakyat dengan syariat Islam sehingga terwujud maqashid syariat. Yaitu, syariat Islam akan menjaga agama, jiwa, akal, nasab, harta, kehormatan diri, keamanan dan keutuhan negara. Terwujudnya maqashid syariat inilah yang akan membawa manusia kepada kebaikan, kesejahteraan dan mengundang keberkahan Allah.
Adapun jabatan atau kekuasaan, Islam telah memiliki kriteria bagi seorang pemimpin. Diantaranya adalah memiliki kemampuan dan integritas. Sehingga tidak akan diberikan kepada sembarang orang. Simak hadits Rasulullah Saw berikut, saat Abu Dzar Al-Ghifari meminta diberi jabatan: “Sembari menepuk bahu Abu Dzar, Rasulullah bersabda: “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.”
Benar, ada korelasi antara jabatan di dunia dengan pertanggungjawaban di akhirat. Ini yang membuat Khalifah Umar bin Khattab menangis sejadi-jadinya hanya karena mendapat kabar seekor keledai mati terjatuh. Beliau khawatir jika keledai tersebut jatuh akibat ketidakberesan beliau mengurus jalanan.
Jika parpol di sistem demokrasi sibuk mencari jalan untuk menguasai pemerintahan, semua demi kepentingan pribadi dan kelompok. Berbeda dengan sistem Islam, parpol bertugas untuk mengedukasi masyarakat dan muhasabah penguasa. Sehingga kehidupan Islami itu akan terjaga di semua level, mulai dari individu hingga negara. Yang akhirnya akan mengundang keberkahan Allah SWT.
Alhasil, sudah semestinya umat muslim memiliki agenda politik untuk mengembalikan kehidupan Islam. Wallahu a’lam.[]
Mahrita Julia Hapsari, Aktivis Muslimah Banua.
