Bolehkah Seorang Istri Menuntut Cerai?
Ilustrasi
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Nasai dari Ibnu Abbas dikisahkan bahwa istri Tsabit ibn Qais ibn Syammas datang kepada Rasulullah Saw. Ia berkata. “Hai utusan Allah! Bukannya saya tidak mencintai dia. Namun karena dia suka mengingkari syariat Islam.” Maka Nabi Saw bertanya, “Sukakah engkau mengembalikan kebunnya?” “Ya,” jawabnya. Kemudian beliau mengatakan kepada Tsabit, “Terimalah kebun itu dan cerailah dia sekali.”
Itulah tata cara seorang wanita yang ingin mengajukan perceraian kepada suaminya. Dengan keterangan tersebut kita dapat mengetahui bahwa Islam meberikan hak yang sama kepada laki-laki dan wanita.
Tanpa disertai alasan dan sebab-sebab yang ditentukan oleh syariat Islam, seorang istri tidak diperkenankan menuntut perceraian dari suaminya. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi. Sabda beliau, “Setiap wanita yang menuntut suaminya untuk melakukan) perceraian tanpa adanya alasan yang kuat, maka haram baginya mendapatkan bau surga.”
Sebaliknya sang suami hendaknya juga tidak mudah untuk menjatuhkan putusan cerai tanpa sebab-sebab yang bersifat darurat.
Hendaknya keduanya saling menyadari segala tugas, kewajiban dan tanggung jawabnya masing-masing dalam kehidupan berumah tangga. Semua persoalan yang timbul sudah sepatutnya diselesaikan secara bijaksana. Sehingga tidak menyulut kebencian yang menjurus pada perceraian.
Jika keduanya sama-sama menyadari akan tanggung jawab yang harus diemban untuk mencapai kebahagiaan rumah tangga dan mengasuh putra-putranya, niscaya suasana ketenangan akan tercipta. Terwujudlah sebuah mahligai rumah tangga yang ditaburi kecerahan dengan benteng kehidupan yang sangat kokoh. Aroma surgawi tentu akan menaungi suasana kehidupan rumah tangga yang demikian. Wallahu a’lam.
Sumber: Dr. Abdullah Nashih Ulwan, “Adab al-Khitbah wa az-Zifaf wa Huququ az-Zaujain” (Tata Cara Meminang dalam Islam, Qisthi Press, 2006).
