Beratnya Perjuangan Muslim Jepang Cari Lahan Pemakaman

Ilustrasi: Zafar Saeed, Muslim asal Pakistan yang telah berkewarganegaraan Jepang, mengunjungi makam putra sulungnya, yang hilang karena keguguran, di Beppu, Prefektur Oita. [foto: asia.nikkei.com]
Ini bukanlah suatu pilihan bagi Ryoko Sato, orang Jepang asli yang berpindah ke Islam, dan juga tinggal di Pulau Kyushu.
“Sebagian orang bilang, kembali saja ke negaramu kalau kamu tidak mengikuti aturan di Jepang. Yang lainnya mengatakan bawa saja jasadnya ke negara-negara tetangga yang mengizinkan pemakaman,” kata Sato.
“Suami saya telah tinggal di Jepang selama lebih dari separuh hidupnya. Dia memiliki kewarganegaraan Jepang sejak lama dan dia telah membayar pajak sama seperti orang-orang Jepang asli.”
“Keturunannya masih hidup di Jepang, jadi di mana badannya semestinya dikubur setelah meninggal?”
Sato mengatakan “prasangka kultural” ada di balik penolakan terhadap pemakaman.
“Sebagian orang mengira bahwa pemakaman adalah sesuatu yang mengerikan atau keterlaluan meskipun hanya beberapa generasi sebelumnya, pemakaman adalah hal yang umum di Jepang,” ujar Sato.
Dia telah menghadiri banyak kremasi, namun dia ingin dirinya dimakamkan jika meninggal nanti.
“Jika keinginan untuk dimakamkan dianggap sebagai sesuatu yang egois, setidaknya biarkan saya menjadi egois terhadap jasad saya sendiri.”
Tetapi Shinji Kojima, yang merupakan seorang lektor kepala sosiologi di Universitas Asia Pasifik Ritsumeikan, mengatakan alasannya lebih kompleks dari itu.
Dia telah meneliti isu ini dan menjadi penasihat untuk Asosiasi Muslim Beppu.