Berani dalam Kebenaran
Ilustrasi
Abdurrahman An-Nashir memotong perkataan Mundzir dan berkata kepadanya, “Lihatlah apa yang kamu katakan, bagaimana Allah menurunkan derajatku seperti derajat mereka orang-orang kafir?”
Mundzir menjawab, “Ya, bukankah Allah SWT telah berfirman, “Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah Kami buatkan bagi orangorang yang kafir kepada Tuhan yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumahrumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan atasnya.” (QS. Az-Zukhruf: 33-34)
Khalifah Abdurrahman An-Nashir terdiam dan menundukkan kepalanya, air matanya mengalir membasahi jenggotnya karena takut kepada Allah SWT, kemudian ia berjalan menghampiri Mundzir dan berkata kepadanya, “Semoga Aliah membalas kebaikanmu, kebaikan semua orang, kebaikan agama Islam dan orang sepertimu yang mengatakan “Demi Allah, inilah yang benar.”
Abdurrahman berdiri dari duduknya lalu memohon ampunan kepada Allah dan ia memerintahkah para pekerjanya untuk melepaskan kubah dan menghancurkan lapisan emas dan perak hingga tinggal seperti aslinya, tidak berlapis apa-apa kecuali tanah.
Diriwayatkan dari Ziyad dari Malik bin Anas, ia berkata, “Aku diutus oleh Abu Ja’far Al-Manshur untuk menemui dan memanggil Wali bin Thawus, salah satu ulama yang terkenal di zamannya. Kami pun lantas menghadap Abu Ja’far dan di hadapannya beberapa cambuk (yang digunakan untuk hukuman mati) dan beberapa algojo yang memegang pedang yang siap menebas leher.
Setelah sampai di hadapannya, sang khalifah memberi tanda kepada kami untuk duduk, kemudian kami pun duduk. Sejenak ia mendiamkan kami, dan setelah itu baru ia kemudian mengangkat kepalanya. Sementara aku menghadap ke arah Ibnu Thawus.
Abu Ja’far berkata kepada Ibnu Thawus, “Ceritakanlah satu hadits dari ayahmu!”
la menjawab, “Ya, aku mendengar ayahku berkata, “Rasulullah pernah bersabda, “Orang yang mendapatkan siksa paling berat pada Hari Kiamat nanti adalah orang yang menyekutukan Allah dalam keputusannya kemudian memasukkan kesewenang-wenangan dalam keadilannya.”
Malik berkata, “Aku menarik pakaianku takut jika terkena percikan darahnya.”
Mendengar itu, Abu Ja’far diam sebentar dan setelah itu, ia menoleh ke arah Ibnu Thawus lagi dan berkata, “Berikanlah aku nasihat wahai Ibnu Thawus!”
