Bentuk Lembaga Pendidikan dalam Peradaban Islam
Ilustrasi: Halqah Al-Qur’an di Masjid Nabawi Madinah.
Al Kataatiib senantiasa ada sepanjang kehidupan daulah Islam baik di kota-kota, desa-desa, maupun di dusun-dusun.
Kedua: Halqah di Mesjid-mesjid
Para qari (pembaca), para ahli fiqh, para ahli hadits melakukan halqah-halqah mereka di mesjid-mesjid jami’ yang besar. Mereka duduk di dalamnya untuk mengajar atau membimbing, sedangkan para penuntut ilmu duduk di sekeliling mereka. Ilmu yang mereka tuntut adalah bidang fiqh, hadits, tafsir, dan bahasa.
Ketiga: Dawr Al-Qur’an dan Al-Hadits
Orang yang pertama-tama mendirikan tempat yang berkelas-kelas untuk mempelajari Al-Qur’an adalah Muqri’ Rasy-an bin Nazhif al-Dimasyqi pada 400 H di Damaskus.
Dan yang menjadi orang pertama yang membangun tempat khusus untuk bidang hadits adalah sultan yang adil, Nuruddin Mahmud bin Zankiy, yang juga di Damaskus. Setelah itu tersebarlah tempat-tempat semisal ini di berbagai ibukota negeri-negeri Islam.
Keempat: Madrasah (sekolah) dan Jaami’ah (universitas).
Lembaga-lembaga semacam ini telah ada sejak abad 5 H yang pada saat itu menjadi sekolah-sekolah khusus untuk setiap ilmu seperti sekolah teknik di Damaskus. Begitu juga sekolah-sekolah kedokteran.
Al-Hakam bin Abdurrahman al-Nashir telah mendirikan Universitas Cordova yang pada saat itu menampung umat Islam dan orang Barat. Pernah juga dibangun sekolah-sekolah reguler tingkat tinggi di berbagai tempat.
Demikian juga, telah dibangun Universitas Mustanshiriyyah di Baghdad. Universitas-universitas ini telah mencetak para ilmuwan yang pengaruhnya mendunia hingga saat ini melalui berbagai temuan semisal al-Khawarizmi, Ibnu al-Haitsam, Ibnu Sina, Jabir bin Hayyan, dan lain sebagainya. []
Sumber: Dirasat fil Fikr Al-Islami karya M. Husain Abdullah.
