Barbie Syndrom dan Feminisme

 Barbie Syndrom dan Feminisme

Ilustrasi: logo barbie

FILM BARBIE yang dirilis secara global pada 23 Juli 2023 langsung mendapat sambutan antusias di berbagai tempat penayangannya. Amerika menyatakan di minggu pertama penayangannya mendapatkan untung setara Rp2,3 triliun dan ini salah satu film yang memcahkan rekon merajai box office.

Namun di Pakistan, film barbie dilarang pemutarannya karena mengandung konten yang tidak pantas, mengandung pesan yang berisikan simbol baku tentang perempuan cantik, ideal dan sukses. Film ini dinilai memberikan warna dan gambaran baru tentang kesuksesan perempuan juga menjadi ajang komersialisasi kecantikan perempuan.

Munculnya barbie sindrom ini karena mereka yang berpandangan bahwa kesuksesan, kecantikan perempuan diwujudkan dalam sosok barbie, yakni kulit khas Eropa yang cerah, rambut pirang dan menggunakan pakaian yang glamor serta menampilkan diri sebagai pusat perhatian laki-laki untuk dimiliki dan dipuja juga punya banyak kemampuan seperti menjadi seorang pilot, memimpin perusahaan, dan lain-lain.

Gambaran sosok barbie yang tidak mungkin semua wanita merealisasikannya membuat para wanita banyak memaksakan kehendaknya seperti operasi plastik bahkan sampai tidak mengonsumsi makanan karena takut bobot badanya naik. Mereka berupaya keras memenuhi standar tersebut.

Maka, barbie sindrom jelas sangat berbahaya karena membuat sosok wanita kehilangan jati dirinya. Dan barbie sindrom ini ternyata merupakan bagian dari pemikiran feminisme (gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria atau kesetaraan gender) yang berhasil masuk ke tengah-tengah masyarakat. Sehingga perempuan makin dieksploitasi dan menjadi objek yang terus dituntut melakukan sesuatu padahal aktivitas tersebut bukan keharusan bagi perempuan melakukannya. Seperti memiliki kemampuan sama seperti laki-laki.

Padahal feminisme bukan jalan keluar dari problem perempuan di dunia Barat hari ini. Pasalnya feminisme lahir dari pemberontakan tata kehidupan sosial dan politik dunia Barat sebagai bagian dari balas dendam bagi perempuan yang terdiksriminasi dan tertindas di lingkungannya agar memberikan kebebasan terhadap perempuan untuk melakukan apa pun yang dilakukan laki-laki.

Feminisme juga menjadi alasan bagi wanita yang tidak mau memiliki anak, tidak mau mengalami kehidupan pernikahan karena tidak membutuhkan laki-laki. Para penganut paham feminisme memiliki tujuan salah satunya agar planet bumi ini diisi 50% perempuan: 50% laki-laki. Padahal ide feminisme ini jelas tidak sesuai dengan fitrah manusia, tidak realistis terhadap persoalan perempuan. Bahkan malah menimbulkan masalah baru seperti penyimpangan perilaku manusia.

Kerusakan yang diakibatkan paham feminisme ini justru tidak memberikan kebahagiaan dan kehidupan yang tenang untuk para wanita. Perempuan pun tidak bisa berharap mendapatkan kehidupan yang sesuai memenuhi hak-haknya untuk memaksimalkan potensi diri yang dimiliki dan memberikan manfaat bagi keluarga, masyarakat bahkan negara.

Maka solusinya bukan pemikiran atau ide konsepsi yang berasal dari manusia yang dibutuhkan namun sistem yang berasal dari Allah yakni sistem Islam lah yang justru dibutuhkan manusia hari ini. Di dalam Islam dijelaskan bahwasanya kaum perempuan akan memperoleh keadilan dan kebaikan untuk dirinya. Pasalnya, Islam tidak mengekang malah mendudukan manusia baik laki-laki dan perempuan secara adil karena Allah yang paling tahu yang terbaik untuk makhluknya agar taat kepada semua syariatnya.

Yang pasti perempuan memilki kekuatan karena ketakwaan dan ketundukannya kepada Allah. Ketaatan dan ketundukan itu bukan menunjukkan kelemahan namun dapat mengambil yang baik dan membuang yang buruk sehingga tercipta kehidupan yang harmonis bagi laki-laki dan perempuan serta tatanan kehidupan manusia.[]

Hana Sheila, Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen + 18 =