Baghdad: Kota Indah di Lembah Mesopotamia
Ilustrasi: Kota Baghdad.
PADA 750 M Kekhilafahan Bani Umayah runtuh dan digantikan oleh Bani Abbas (turunan dari Abbas bin Abdul Muthalib paman dari Rasulullah Saw). Semenjak waktu itulah berdirinya Khilafah Abbasiyah. Awalnya Kekhilafahan ini berpusat di kota Kufah. Adapun kota Damaskus yang menjadi pusat pemerintahan Bani Umaiyah hanya menjadi sebuah ibu kota provinsi di bawah seorang gubernur.
Pemindahan ibu kota dari Syria ke Mesopotamia ini disebabkan saat waktu itu pengaruh Islam semakin luas ke timur, memasuki daerah pedalaman Persia. Damaskus sudah kurang tepat untuk dijadikan tempat kedudukan Khalifah. Untuk ibu kota sebaiknyalah terletak pada tempat yang agak ke tengah, yang dapat berhubungan dengan mudah dan cepat ke segenap penjuru kekhilafahan.
Akan tetapi faktor yang lebih utama untuk memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Kufah, ialah karena di lembah Mesopotamia inilah pusat gerakan kaum Abbasiyah waktu merebut kekuasaan dari tangan Bani Umayah.
Kota Kufah tidak lama menjadi pusat pemerintahan Abbasiyah. Karena pada tahun 762 M. Khalifah mendirikan sebuah kota yang indah permai di tepi sungai Dajlah yang bermuara ke teluk Persi itu. Kota yang baru ini kemudiannya dinamakan Baghdad dan dijadikan tempat kedudukan Khalifah.
Kota Baghdad didirikan oleh Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur pada 145 H atau 762 M. Mula-mulanya kota ini dinamakan Madinah Salam, artinya “Kota Sentosa,” tetapi kemudian dinamakan Baghdad.
Kota Bagdad itu indah sekali, istana dan bangun-bangunannya kebanyakan didirikan menurut wujud cipta seni bangun Arab Persi. Kota ini menjadi termasyhur sampai ke mana-mana, lebih-lebih pada masa Sultan Harun Al-Rasyid (788-809 M) dan masa pemerintahan Al-Ma’mun bin Harun Al-Rasyid (813-833 M).
Keindahan dan kemasyhuran kota Bagdad, menjadi saingan yang utama bagi kota Cordova di Andalusia. Kedua kota ini yaitu Baghdad dan Cordova, ganding-menggandingi dalam segala hal dan merupakan dua persaingan yang membawa pengaruh yang besar dalam perkembangan kebudayaan dan kesenian Islam.
Abu Bakar Al-Khathib dalam bukunya ”Tarikh al-Baghdad” menerangkan: Ketika Khalifah Al-Mansur bermaksud mendirikan ibu kota yang baru, maka semua insinyur dan arsitek dipanggil menghadap. Khalifah Al-Mansur telah menyampaikan maksudnya kepada mereka dan mengemukakan pula betapa bentuk dan susunan kota yang diingini.
Kemudian didatangkanlah ahli-ahli pertukangan dari berbagai negeri. Siapa saja yang ahli dalam seni bangun, seni ukir, pandai besi, tukang kayu dan lain-lain diminta datang untuk mendirikan kota yang dicita-citakan oleh Khalifah itu. Al Mansur telah mengeluarkan biaya 483.000.000 dirham (jika dikonversi hari ini 1 dinar syar’i = Rp62.725, maka biaya yang dikeluarkan adalah Rp30,3 triliun, red) untuk mendirikan kota Baghdad itu lengkap dengan istana, mesjid, gapura, taman, dan bangun-bangunan lainnya. Dalam tahun 145 H (762 M) selesailah kota ini didirikan, lalu Khalifah dan keluarga serta segenap tentaranya, pindah ke kota yang baru itu.
Khalifah Al-Mansur memanggil beberapa orang Astrolog dan ingin mendengar pendapat mereka mengenai kota yang baru didirikan itu.
