Anggota DPR: Kebijakan Sertifikasi Halal Self-Declare Harus Memihak Pelaku UMK
Anggota Komisi VIII DPR Bukhori.
Pasalnya, lanjut Bukhori, anggota Dewan memahami bahwa UMK ini terbukti memiliki sumbangsih terhadap serapan tenaga kerja hingga 91% serta sumbangsih terhadap PDB hingga 61 persen. Artinya, kehadiran UMK ini vital bagi roda perekonomian bangsa.
“Namun sangat disayangkan bahwa dalam praktiknya ini justru tidak sesuai dengan suasana kebatinan UU tersebut,” ujarnya.
Anggota DPR RI Dapil Jateng 1 ini menjelaskan, kendala selanjutnya adalah jumlah rumah pemotongan hewan seperti Rumah Pemotongan Ayam (RPA), Rumah Pemotongan Unggas (RPU), dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang tersertifikasi halal masih terbilang sedikit.
“Minimnya jumlah rumah pemotongan hewan ini menyebabkan banyak hal. Salah satunya dagangan yang biasa dijual/dikonsumsi masyarakat tidak mudah disertifikatkan halal,” kata dia.
Bukhori mencontohkan usaha bakso. Meskipun bahan dasarnya adalah daging sapi yang notabene diperbolehkan dalam Islam, akan tetapi produk bakso tersebut tidak otomatis halal karena harus dipastikan dulu apakah pengambilan dagingnya berasal dari RPH yang bersertifikat halal atau tidak.
Politisi PKS ini menambahkan, selain minimnya jumlah rumah pemotongan hewan yang telah bersertifikat halal, minimnya jumlah Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang di dalamnya terdapat auditor dan penyelia halal serta kebijakan penerbitan fatwa yang terpusat juga menjadi kendala lain.
“LPH itu jumlahnya cuma sedikit dan ini ada kaitannya dengan Majelis Ulama Indonesia. Sebab, untuk bisa lulus menjadi penyelia dan auditor itu pasti perlu melalui pelatihan dan uji kompetensi yang diselenggarakan oleh MUI,” ucapnya.
Sementara masih terkait dengan MUI, lanjutnya, kami berharap ada satu terobosan baru oleh MUI terkait kebijakan penerbitan fatwa yang selama ini masih terpusat mengingat pelaku usaha yang perlu melakukan sertifikasi halal tersebar di seluruh Indonesia,” pungkasnya. [SR]
