Al-Qur’an Harus Diamalkan
Ilustrasi (gambar: pixabay.com)
Al-Qur’an adalah kalam ilahi yang menjadi petunjuk bagi setiap manusia dalam menjalani segala bidang kehidupan. Karena itu, umat Islam harus selalu membaca, mentadabburi dan mengamalkannya dalam setiap aspek kehidupan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah :
المطلوب من القرآن هم فهم معانيه والعمل به، فإنه إن لم تكن هذه همة حافظه، لم يكن من أهل العلم والدين
“Yang diinginkan dari Al Qur’an adalah memahami maknanya dan mengamalkannya. Jika keinginan penghafal Al Qur’an tidak demikian, maka dia tidak termasuk orang yang berilmu dan bagus agamanya. (Al Fataawa Al Kubra, (1/213))
Sebagian salaf mengatakan,
نزل القرآن ليعمل به فاتخذوا تلاوته عملا
“Al Qur’an itu diturunkan untuk diamalkan. Oleh karenanya, bacalah Al Qur’an untuk diamalkan.”
Makanya, dari dulu yang namanya ahli Al Qur’an adalah yang paham dan mengamalkan isi Al Qur’an (bukan hanya sekedar baca atau bukan sekedar menghafal). Walaupun ahli Al Qur’an di sini tidaklah menghafalkan Al Qur’an. Adapun jika ada yang menghafalkan Al Qur’an namun tidak memahami dan juga tidak mengamalkan isinya, maka ia bukanlah ahli Al Qur’an walau dia piawai mengucapkan huruf-hurufnya.
Para ulama yang berpendapat pentingnya tadabbur dibanding banyak qiro’ah (baca) juga memberikan alasan lain bahwa iman tentu saja sebaik-baik amalan. Memahami Al Qur’an dan merenungkannya akan membuahkan iman. Adapun jika Al Qur’an cuma sekedar dibaca tanpa ada pemahaman dan perenungan (tadabbur), maka itu bisa pula dilakukan oleh orang fajir (ahli maksiat) dan munafik, di samping dilakukan oleh pelaku kebaikan dan orang beriman.
Tadabbur adalah menghayati makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Quran. Ia merupakan tujuan pertama membaca Al-Quran. Ia merupakan Manhaj dan Sunnah Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan para salaf umat ini dalam membaca dan tadaarus Al-Quran. Tanpanya hati akan tetap terkunci dari hidayah dan petunjuk Al-Quran.
Allah Azza Wa Jalla, berfirman:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ أَمْ عَلٰى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
“Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an, ataukah hati mereka sudah terkunci?” (QS. Muhammad 47: Ayat 24)
Imam Ibnul-Qayim rahimahullah berkata: “(Al-Quran diturunkan) bukan untuk dibaca tanpa memahami dan menghayati (tadabbur).
كِتٰبٌ أَنْزَلْنٰهُ إِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوٓا ءَايٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُوا الْأَلْبٰبِ
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.” (QS. Sad 38: Ayat 29)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah juga berkata: “Al-Quran turun (kedunia) untuk di-tadabburi (dihayati maknanya) dan diamalkan”.
Manfaat tadabbur ini, tidak hanya untuk memahami makna Al-Quran, namun juga agar meneguhkan hati, menentramkan jiwa, meluruskan pandangan, dan menjauhkan diri dari hawa nafsu. Ini semua merupakan sisi positif dari tidak terkuncinya hati dari ber-tadabbur.
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Bila seorang (qari’) memulai membaca Al-Quran, ia harusnya bersikap khusyu’, mentadabburi bacaannya, dan tunduk (merendahkan diri), sebab nilah yang diharapkan dan diinginkan dari bacaan Al-Quran. Dengan inilah dada menjadi lapang dan hati menjadi bercahaya”.
Semoga kita termasuk orang-orang yang tidak hanya membaca dan mentadabburi Al-Qur’an, tapi juga mengamalkan dan memperjuangkan agar seluruh hukum Qur’an bisa diterapkan. Wallahu a’lam. (AM).
