Al-Makmun dan Pembagian Warisan
Ilustrasi
IMAM Ibnu Katsir dalam kitabnya, Al-Bidayah wa An-Nihayah, menceritakan tentang kecerdasan salah satu khalifah Bani Abbasiyyah, yakni Al-Makmun.
Khalifah Al-Makmun Al-Abbasi adalah seorang berilmu, cerdas, dan punya wawasan luas tentang masalah waris. Ia telah mengundang para ulama dan menelaah dalam-dalam tentang berbagai perbuatan zalim.
Suatu saat seorang perempuan datang mengadu bahwa ia telah dizalimi. Perempuan itu berkata, “Saudara saya meninggal dengan meninggalkan harta sebanyak 600 dinar. Setelah ahli waris berkumpul untuk pembagian warisan, saya mendapat satu dinar. Maka saya datang melaporkan kasus ini kepada engkau. Karena tidak masuk akal kalau saya hanya memperoleh satu dinar.”
Al-Makmun berpikir sejenak. Lalu ia berkata kepada si perempuan bahwa pembagian itu sudah benar seperti itu. Beberapa ulama yang hadir berkata, “Bagaimana engkau bisa menyatakan seperti itu, wahai Amirul Mukminin?” Setelah menunduk sebentar, ia membuka percakapan dengan si perempuan.
Al-Makmun, “Saudaramu tidak punya saudara laki-laki?”
Si perempuan, “Benar.”
Al-Makmun, “Saudaramu meninggalkan dua anak perempuan, maka mereka mendapat dua pertiga, yakni 400 dinar. Allah berfirman; ‘Allah berwasiat kepadamu tentang (pembagian harta waris untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua orang, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan‘.” (QS. An-Nisa’: 11)
Al-Makmun bertanya, “Almarhum saudaramu meninggalkan seorang ibu?”
Si perempuan: “Benar tuan.”
Al-Makmun, “Ia mendapatkan seperenam sesuai ayat. Berarti ia memperoleh 100 dinar. Saudaramu meninggalkan istri?”
