Konferensi Perjanjian untuk Yerusalem, Seruan Kolektif Tokoh Dunia Bela Palestina

 Konferensi Perjanjian untuk Yerusalem, Seruan Kolektif Tokoh Dunia Bela Palestina

Turki (Mediaislam.id) – Di tengah genosida brutal yang terus berlangsung di Jalur Gaza serta meningkatnya pelanggaran Israel di Yerusalem dan Tepi Barat, para tokoh dunia Arab dan Islam menyampaikan pesan tegas dalam Konferensi Perjanjian untuk Yerusalem pada 6-7 Desember 2025 lalu di Istanbul, Turki.

Ajang internasional itu menghadirkan suara kolektif yang menolak penghapusan perjuangan Palestina serta menuntut langkah nyata menghadapi kejahatan penjajahan Israel.

Seruan Pembukaan: Gaza Tidak Akan Hilang

Sheikh Hamid bin Abdullah al-Ahmar, Ketua Dewan Direksi Yayasan Internasional Yerusalem, membuka konferensi dengan penegasan yang menggugah: “Gaza tidak akan hilang… dan Yerusalem tidak untuk dijual atau dihapus.”

Ia menyatakan bahwa Yayasan Internasional Yerusalem berkomitmen memperkuat upaya bersama negara-negara Arab dan Islam, menolak segala bentuk normalisasi, serta meningkatkan kehadiran internasional untuk membela kota suci tersebut.

Pidato pembukaan itu menjadi pengingat bahwa tragedi Gaza bukan sekadar isu politik, melainkan penderitaan jutaan manusia yang harus dihentikan.

Akar Perjuangan: Dari Gaza hingga Seluruh Palestina

Pemikir dan cendekiawan Mesir, Dr. Mohamed Selim El-Awa, yang baru terpilih sebagai Ketua Dewan Pengawas menggantikan almarhum Syaikh Yusuf al-Qaradawi, menegaskan bahwa berada dalam Yayasan Yerusalem berarti terlibat dalam akar perjuangan bangsa Palestina.

“Kita tidak hanya mengenal pembebasan Yerusalem atau Gaza saja… kita mengenal pembebasan seluruh Palestina, dari laut hingga sungainya,” ujarnya.

El-Awa menekankan pentingnya kerja institusional dan persatuan sebagai benteng utama melawan upaya penghapusan identitas Yerusalem.

Visi Sepuluh Poin dan Peringatan Akan Rekayasa Politik

Khaled Meshaal, kepala Hamas di luar Palestina, menyampaikan visi sepuluh poin untuk pembebasan Palestina, sekaligus memperingatkan adanya upaya pendudukan untuk merekayasa ulang Gaza secara politik dan militer.

“Pertempuran belum berakhir… pembunuhan harian di Gaza terus berlanjut,” tegasnya, menyerukan dibangunnya aliansi internasional yang memperkuat narasi Palestina, membebaskan tahanan, dan mencapai persatuan nasional.

Sementara itu, Sheikh Akrama Sabri, Sekretaris Mimbar Masjid Al-Aqsa, menekankan urgensi tindakan nyata: “Palestina adalah yang terpenting dan merupakan jalan menuju persatuan.”

Dimensi Keagamaan, Kemanusiaan, dan Moral

Para ulama dan tokoh dari berbagai negara mengingatkan bahwa dukungan terhadap Palestina adalah amanah moral, keagamaan, dan kemanusiaan.

Sheikh Muhammad Hassan al-Daddou menegaskan bahwa janji pada Yerusalem adalah janji pembebasan yang bersifat agama.
Syekh Muhammad Hassan Akhtari dari Iran menyoroti meningkatnya dukungan generasi muda global, meski dunia internasional bungkam terhadap kejahatan Israel.

Pastor Ibrahim Dabbour dari Yordania mengingatkan bahwa Palestina adalah tanah air bersama Muslim dan Kristen—dan pendudukanlah yang mengubahnya menjadi konflik keagamaan.

Pesan mereka memperlihatkan bahwa solidaritas untuk Palestina tidak mengenal agama maupun batas negara.

Narasi Global Bergeser: Gaza Guncang Dunia

Sekretaris Jenderal Forum Moderasi, Marwan al-Fawri, mengatakan bahwa “model Gaza” telah mengguncang persepsi global. Keteguhan rakyat Gaza yang hidup dalam reruntuhan, pengungsian berulang, dan kepungan tanpa henti justru memperlihatkan kerapuhan narasi Israel.

Pejabat hubungan internasional Hizbullah, Ammar al-Moussawi, menegaskan bahwa perlawanan yang dilakukan rakyat Palestina bukanlah petualangan, melainkan kewajiban yang dipaksakan oleh realitas kejahatan pendudukan.

Suara dari Fatah dan Asia Tenggara

Anggota Komite Pusat Fatah, Abbas Zaki, menilai proyek Zionis ditakdirkan gagal dan peristiwa 7 Oktober menunjukkan ketergantungan Israel pada dukungan Amerika Serikat. Ia menyerukan pembentukan dana khusus untuk mendukung keteguhan warga Yerusalem.

Dari Asia Tenggara, Prof. Hafizi Muhammad Noor dari Malaysia menegaskan, “Dukungan terhadap perlawanan adalah kewajiban… 300 juta Muslim di Asia Tenggara berdiri bersama Palestina.”

Pernyataan itu menggambarkan solidaritas besar kawasan untuk penderitaan rakyat Gaza yang terus dibombardir tanpa henti.

Turki: Palestina Adalah Isu Moral Bangsa

Dalam sesi Turki, Wakil Mufti Istanbul menyampaikan pesan Kepala Direktorat Urusan Agama Turki: “Kami memperbarui janji kami kepada Yerusalem… Palestina adalah isu agama dan moral bagi rakyat Turki.”

Sementara itu, Dr. Hassan Turan dari Parlemen Turki menambahkan: “Siapa pun yang ingin belajar tentang martabat harus belajar dari Gaza.”

Gerakan Internasional dan Kenangan Penjara Negev

Aktivis global Tara O’Grady menghadirkan kesaksian yang paling menyentuh human interest dalam konferensi ini. Ia menggambarkan bagaimana dunia telah “terbiasa menormalisasi genosida di Gaza”.

O’Grady menceritakan pengalamannya ketika Armada Kebebasan dicegat, para aktivis ditangkap, dan ia dipenjara di Penjara Negev. Grafiti para tahanan—anak muda, ibu, dan warga sipil Palestina—tetap menghantuinya hingga kini.

“Seberapa keras suara rakyat Palestina harus berkumandang sebelum dunia terbangun?” katanya lirih, menegaskan bahwa keheningan dunia adalah bagian dari tragedi Gaza.

Ia juga mengumumkan persiapan armada baru pada 2026 untuk memecah pengepungan Gaza.

Penghormatan dan Seni untuk Gaza

Pembukaan konferensi turut menampilkan: Penghormatan kepada aktivis Arab, Prof. Maan Bashour, atas lebih dari enam dekade dedikasinya untuk Palestina.

Pertunjukan teater “Gema Laut”, yang menggambarkan tragedi pengungsian berulang rakyat Gaza—anak-anak yang kehilangan rumah, ibu yang mencari keluarga di tengah reruntuhan, hingga lansia yang terusir berkali-kali.

Pertunjukan itu membuat banyak hadirin meneteskan air mata, mengingatkan bahwa di balik angka korban, terdapat manusia dengan luka yang tak terlihat.

Konferensi yang Memperbarui Keselarasan Dunia Arab dan Islam

Konferensi Perjanjian untuk Yerusalem diselenggarakan oleh Yayasan Internasional Yerusalem bersama puluhan organisasi masyarakat sipil dari dunia Arab dan Islam. Tujuannya jelas: memperbarui keselarasan untuk menghadapi upaya penghapusan perjuangan Palestina yang kini dilakukan Israel melalui genosida.

Momentum ini mengingatkan pada rangkaian konferensi sejarah—1931, 1997, 2001, 2007—ketika bangsa Arab dan Islam bersatu menghadapi tekanan kolonialisme.

Kesimpulan: Yerusalem Tetap Kompas Perjuangan

Dari pidato, kesaksian, hingga pertunjukan seni, satu pesan besar mengalir dari konferensi: Kesadaran, tindakan, dan kemauan adalah alat perlawanan. Yerusalem adalah kompas bangsa. Pembebasan Palestina adalah proyek yang tidak dapat dihapuskan.

Di tengah upaya Israel untuk menghapus identitas dan keberadaan Palestina melalui kekerasan, konferensi ini menjadi pengingat bahwa suara manusia dan solidaritas global tetap hidup—dan semakin kuat.

sumber: infopalestina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

four × two =