Kemenag Soroti Layanan Nikah Siri Berbayar yang Masif di Media Sosial
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Ahmad Zayadi
Jakarta, Mediaislam.id–Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama menilai maraknya promosi jasa nikah siri di media sosial sebagai ancaman yang dapat menggoyahkan ketahanan keluarga. Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Ahmad Zayadi, menegaskan bahwa praktik ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, tetapi berpotensi menciptakan generasi yang kehilangan kepastian identitas hukum dan perlindungan keluarga.
Zayadi mengingatkan bahwa negara telah menyediakan kerangka hukum yang kuat untuk menjaga keluarga dari kerentanan tersebut. Ia menegaskan bahwa pencatatan negara bukan sekadar formalitas administratif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, melainkan penopang utama stabilitas keluarga.
“Pencatatan perkawinan bukan sekadar administrasi, tetapi merupakan instrumen perlindungan hukum bagi seluruh pihak,” ujarnya, dimuat laman Bimas Islam, Ahad (23/11/2025).
Menurutnya, ketika perkawinan tidak dicatatkan, struktur keluarga kehilangan fondasi legal yang memastikan perlindungan hak-hak suami, istri, dan anak. Aspek-aspek penting seperti nafkah, waris, hingga kedudukan anak dapat terabaikan, memunculkan risiko jangka panjang dalam kehidupan keluarga.
“Ini penting dipahami masyarakat: melalui nikah siri, buku nikah tidak akan diterbitkan, dan seluruh hak yang terkait dokumen tersebut otomatis tidak dapat diperoleh,” tambahnya.
Ia kembali mengingatkan bahwa kehadiran Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dalam setiap akad bukan sekadar prosedur, tetapi bentuk pengawasan untuk memastikan kedua mempelai menikah dalam kondisi yang layak, sah, dan terlindungi. PP Nomor 9 Tahun 1975 dan PMA Nomor 30 Tahun 2024 mewajibkan adanya verifikasi identitas, status, wali, dan saksi sebagai bagian dari perlindungan syar’i dan hukum.
“Tanpa mekanisme ini, keabsahan sebuah perkawinan sulit dipertanggungjawabkan, baik menurut hukum negara maupun syariat,” ungkapnya.
Zayadi menilai bahwa tawaran nikah siri digital yang bersifat instan, anonim, dan transaksional justru menghilangkan seluruh lapisan perlindungan tersebut. Ketidakjelasan wali dan saksi, hingga absennya pemeriksaan status, membuat perempuan dan anak berada pada titik paling rentan terhadap penelantaran dan eksploitasi.
“Ini bukan sekadar risiko administratif, tetapi risiko kemanusiaan,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa menjaga pernikahan tetap sesuai syariat dan hukum adalah upaya memastikan masa depan keluarga tetap terlindungi. Praktik nikah siri digital yang mengabaikan prinsip mitsaqan ghalizha dengan pendekatan komersial dinilai tidak sejalan dengan tujuan membangun keluarga sakinah.
Menutup keterangannya, Zayadi mengajak masyarakat untuk menghindari praktik nikah tidak resmi dan kembali menjadikan KUA sebagai pintu utama membangun keluarga.
“Pernikahan yang dicatatkan negara memberikan kepastian hukum, menjamin hak istri dan anak, serta memastikan seluruh tata syariat terpenuhi dengan baik. Kami mengajak masyarakat untuk tidak menggunakan jasa nikah tidak resmi yang dipromosikan melalui media sosial demi menghindari dampak hukum, sosial, dan moral yang merugikan,” tutupnya.*
