Israel Terus Langgar Gencatan Senjata, Warga Gaza termasuk Anak-anak jadi Korban
Ilustrasi: Seorang anak di Gaza tengah.
Gaza (Mediaislam.id) – Harapan akan tenangnya malam di Gaza kembali sirna. Di tengah kesepakatan gencatan senjata yang seharusnya menjadi jeda dari derita panjang perang, pasukan pendudukan Israel justru kembali menebar maut. Sejak dini hari Ahad (19/10), serangan udara dan artileri menghantam berbagai wilayah Jalur Gaza, menewaskan dan melukai puluhan warga sipil, termasuk perempuan, anak-anak, dan jurnalis.
Menurut laporan rumah sakit-rumah sakit di Gaza, sedikitnya 44 jenazah warga Palestina telah diterima sejak pagi hari. Mereka adalah korban dari pelanggaran baru Israel terhadap perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada 10 Oktober lalu.
Serangan di Tengah Janji Damai yang Dikhianati
Kementerian Kesehatan Palestina mencatat, tiga jenazah tiba di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, 18 di Rumah Sakit Al-Awda, 12 di Rumah Sakit Al-Aqsa di Gaza tengah, dan tiga di Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis. Selebihnya tersebar di beberapa fasilitas medis lapangan yang kewalahan menangani korban.
Sumber medis mengonfirmasi gugurnya tiga warga, termasuk dua anak dan seorang perempuan, setelah pesawat tak berawak Israel menyerang tenda pengungsi di dekat Kota Asdaa, utara Khan Yunis. Di rumah sakit lapangan Kuwait, Nismah Asaad Al-Ghalban (35 tahun) tewas bersama 10 warga lainnya—sebagian besar anak-anak—akibat serangan ke tenda-tenda pengungsi di depan Gerbang Asdaa, wilayah Mawasi.
Saksi mata menuturkan, suasana kamp pengungsian seketika berubah menjadi lautan darah. Anak-anak menjerit mencari orang tua mereka di tengah puing tenda yang terbakar. Para relawan medis berlari menembus kepulan debu dan asap, mencoba menyelamatkan siapa pun yang masih bernapas.
Rumah Sakit dan Wartawan Jadi Sasaran
Tak lama berselang, dua warga tewas di sekitar Rumah Sakit Kamal Adwan akibat tembakan artileri tank Israel di utara Jalur Gaza. Serangan udara juga menghantam permukiman Al-Tuffah di timur Kota Gaza, menyebabkan lebih banyak korban luka.
Lebih menyedihkan lagi, dua jurnalis Palestina turut menjadi korban ketika pesawat Israel menargetkan sebuah chalet di Al-Zawayda, Gaza tengah, tempat para jurnalis dari perusahaan media PMP menginap. Serangan itu terjadi hanya beberapa jam setelah enam warga sipil tewas akibat bom pesawat nirawak di lokasi yang sama.
“Serangan terhadap para jurnalis adalah bentuk pembungkaman dan teror psikologis,” ujar salah satu saksi di lokasi. “Mereka dibunuh karena membawa kebenaran.”
Serangan di Kafe dan Permukiman
Di depan Twix Café, barat Kota Az-Zawayda, pesawat nirawak Israel kembali menembakkan rudal ke arah sekelompok warga. Enam orang tewas di tempat, sementara lainnya luka berat. Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa di Deir al-Balah kemudian mengonfirmasi nama-nama para korban: Yahya Al-Mabhouh, Muslim Badr, Zakaria Abu Habl, Hussein Al-Sawaleha, Muhammad Abu Rafi’, dan A’ed Salman.
Mereka bukan kombatan, melainkan warga sipil biasa yang hanya mencari ketenangan setelah berhari-hari terjebak di tengah kekerasan.
Israel Klaim Serangan Akibat Insiden di Rafah
Kekerasan hari itu berawal dari klaim tentara Israel bahwa dua tentaranya tewas di timur Rafah. Israel menuduh kelompok perlawanan Hamas melakukan serangan terhadap kendaraan militer. Namun, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, dengan tegas membantah keterlibatan mereka.
Media Israel melaporkan bahwa pasukan perlawanan menembakkan rentetan peluru ke arah kendaraan militer Israel, namun sumber-sumber perlawanan Palestina menolak klaim tersebut. Mereka menegaskan bahwa kendaraan itu kemungkinan meledak akibat ranjau darat lama yang tertanam selama perang, bukan karena serangan baru.
Retorika Agresif Israel
Di tengah meningkatnya korban sipil, Menteri Pertahanan Israel Yisrael Katz memperkeruh suasana dengan pernyataan provokatif di platform X.
“Hamas akan belajar dengan cara keras bahwa tentara Israel akan bertindak tegas melindungi prajuritnya. Setiap pelanggaran akan dibalas dengan kekuatan penuh,” tulisnya.
Pernyataan tersebut memicu kecaman luas dari kalangan pengamat dan aktivis kemanusiaan yang menilai Israel justru menggunakan alasan keamanan untuk menutupi pelanggaran gencatan senjata dan serangan terhadap warga sipil.
Pelanggaran yang Terus Berulang
Sejak gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan diberlakukan pada 10 Oktober 2025, Israel telah melakukan sedikitnya 47 pelanggaran yang terdokumentasi, menewaskan 38 warga Palestina dan melukai 143 lainnya dengan tingkat keparahan berbeda.
Serangan-serangan ini, menurut pakar hukum internasional, secara jelas melanggar resolusi gencatan senjata serta hukum humaniter internasional yang melindungi warga sipil di zona konflik.
Namun bagi rakyat Gaza, data itu bukan sekadar angka. Di setiap angka, ada nama, wajah, dan keluarga yang kehilangan segalanya. Dalam setiap reruntuhan, ada kisah seorang ibu yang memeluk jenazah anaknya, seorang ayah yang menggali puing dengan tangan kosong, dan seorang jurnalis yang mati membawa kamera di dadanya.
Gencatan senjata seharusnya memberi kehidupan, bukan alasan baru bagi pendudukan untuk menebar kematian.
sumber: infopalestina
