Israel Bajak Armada Steadfastness: Aktivis Kemanusiaan Ditangkap
Gaza (Mediaislam.id) – Pasukan pendudukan Israel kembali melakukan tindakan brutal dengan membajak kapal “Alma” dan “Sirius” yang tergabung dalam Armada Steadfastness Global. Para aktivis yang berada di atas kapal ditangkap, sementara seluruh armada dipaksa diarahkan ke Pelabuhan Ashdod di Israel.
Dilansir Pusat Informasi Palestina, Kamis (2/10), peristiwa itu terjadi setelah kapal-kapal perang Israel mengepung armada kemanusiaan di Laut Mediterania. Sesaat kemudian, komunikasi antar kapal terputus, menandakan intersepsi paksa sedang berlangsung.
Armada Steadfastness sebelumnya telah menyiagakan diri terhadap kemungkinan serangan, lantaran terpantau sekitar 20 kapal perang Israel mendekati mereka. Meski mendapat intimidasi dan tekanan dari pemerintah Eropa, para penyelenggara tetap bersikeras melanjutkan pelayaran kemanusiaan menuju Gaza.
Serangan Intimidasi dan Pemutusan Komunikasi
Dalam pernyataan resmi, armada menyebutkan bahwa dini hari tadi kapal Alma—salah satu kapal utama—“dikepung secara agresif” oleh kapal perang Israel. Aksi itu memaksa kapten melakukan manuver mendadak agar terhindar dari tabrakan langsung.
Tak lama berselang, kapal Sirius juga menjadi sasaran intimidasi serupa. Marie Mesmur, anggota parlemen Prancis dari partai France Insoumise yang berada di atas Sirius, mengatakan ia melihat dua kapal militer Israel mendekat sangat dekat, sambil mengarahkan cahaya menyilaukan.
“Pada saat yang sama, komunikasi radar dan internet terputus sebelum kami menerima peringatan,” ujarnya, menggambarkan kondisi mencekam di laut terbuka.
Tekanan Politik dan Upaya Menghalangi Misi
Armada Steadfastness terdiri dari sekitar 45 kapal yang membawa ratusan aktivis internasional dari lebih dari 40 negara, termasuk tokoh-tokoh terkemuka:
– Mandela Mandela, cucu Nelson Mandela dan mantan anggota parlemen Afrika Selatan.
– Greta Thunberg, aktivis lingkungan asal Swedia.
– Rima Hassan, anggota parlemen Prancis.
– Ada Colau, mantan wali kota Barcelona.
Mereka membawa susu formula bayi, makanan, serta obat-obatan untuk rakyat Gaza, dalam misi yang disebut damai dan tanpa kekerasan. Tujuannya jelas: mematahkan blokade Israel yang telah menjerat Gaza selama lebih dari 18 tahun dan mengirimkan bantuan bagi warga yang kini terjebak dalam kelaparan dan genosida.
Namun, perjalanan armada ini terus diganggu. Sebelumnya, mereka menjadi target serangan pesawat tak berawak dan bom pembakar pada 23–24 September, serta serangan drone lain saat berlabuh di Tunis pada 9 September.
Italia dan Spanyol sempat mengirim kapal perang untuk memantau, tetapi belakangan lebih banyak menekan agar armada tidak menerobos zona larangan yang diklaim Israel. Bahkan, penyelenggara mengecam Roma karena dianggap melemahkan misi kemanusiaan dan memberi legitimasi terhadap pendudukan Israel.
Seruan Dunia untuk Perlindungan Armada
Seruan pembelaan datang dari berbagai pihak. Pemerintah Afrika Selatan pada Rabu menuntut adanya “ketenangan dan perlindungan” bagi armada. Mereka menegaskan bahwa keselamatan para aktivis tak bersenjata harus menjadi prioritas, dan setiap intervensi militer Israel akan menjadi pelanggaran serius hukum internasional.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez menekankan bahwa armada tidak menimbulkan ancaman bagi Israel. “Saya berharap pemerintahan Netanyahu tidak akan menimbulkan ancaman bagi misi damai ini,” ujarnya menjelang pertemuan Dewan Eropa di Kopenhagen.
Sementara itu, Italia dan Yunani dalam pernyataan bersama meminta Israel menjamin keselamatan para aktivis, serta mendesak adanya mekanisme aman untuk penyaluran bantuan ke Gaza melalui jalur yang dijamin oleh komunitas internasional.
Krisis Kemanusiaan di Gaza
Sejak 7 Oktober 2023, Israel melancarkan perang dahsyat di Gaza dengan dukungan penuh Amerika Serikat dan negara-negara Barat. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, agresi ini telah menewaskan dan melukai sekitar 235.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Tragedi kemanusiaan ini diperparah dengan blokade total yang menutup akses bantuan. Kelaparan dijadikan senjata perang, membuat ribuan anak dan bayi menghadapi malnutrisi akut.
Penangkapan para aktivis dan pembajakan Armada Steadfastness menjadi bukti nyata bagaimana Israel berusaha memutus setiap jalur solidaritas internasional, sekaligus memperlihatkan wajah brutal sebuah pendudukan yang menolak hukum kemanusiaan. [ ]
