ICC Diminta Selidiki Israel atas Penggunaan Kelaparan sebagai Senjata di Gaza

 ICC Diminta Selidiki Israel atas Penggunaan Kelaparan sebagai Senjata di Gaza

Ilustrasi: Anak-anak di Jalur Gaza mengantre makanan di pusat pembagian pangan di Gaza, 24 April 2025. [foto: Xinhua]

Gaza (Mediaislam.id) – Sejumlah pakar hukum dan akademisi internasional mendesak Mahkamah Pidana Internasional (ICC) membuka penyelidikan mendesak atas kejahatan perang Israel di Jalur Gaza, khususnya penggunaan kelaparan sebagai senjata sistematis terhadap warga sipil.

Mereka juga merekomendasikan aktivasi mekanisme Majelis Umum PBB untuk mengatasi kebuntuan Dewan Keamanan PBB, yang kerap lumpuh oleh veto negara-negara besar. Selain itu, para ahli menuntut reformasi di tubuh PBB untuk membatasi hak veto, meningkatkan kesadaran hukum di kalangan mahasiswa hukum mengenai perlindungan warga sipil, serta memperkuat tekanan internasional agar bantuan kemanusiaan ke Gaza bisa masuk secara berkelanjutan dan aman.

Rekomendasi itu muncul dalam simposium virtual bertajuk “Membuat Penduduk Jalur Gaza Kelaparan: Antara Kejahatan Israel dan Tanggung Jawab Internasional”, yang digelar Pusat Studi dan Konsultasi Al-Zaytouna bekerja sama dengan Yayasan Shahid untuk Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, Rabu (24/9).

Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Perang

Diskusi dimoderatori oleh Direktur Jenderal Al-Zaytouna, Dr. Mohsen Mohammed Saleh, yang menegaskan bahwa Israel dengan sengaja mempraktikkan bentuk kejahatan paling keji dengan menjadikan kelaparan sebagai senjata perang.

Menurutnya, Israel merancang mekanisme terukur, bahkan dengan dukungan teknologi kecerdasan buatan, untuk mengendalikan pasokan kebutuhan vital warga Gaza. “Ini adalah kejahatan yang dilakukan di depan mata dunia,” ujarnya.

Saleh menekankan bahwa hukum internasional secara jelas mengkriminalisasi kelaparan, menganggapnya sebagai kejahatan perang sekaligus genosida. Namun, realitas di Gaza menunjukkan tidak adanya kemauan politik internasional untuk menegakkan hukum tersebut.

Gaza dalam Krisis Kemanusiaan Terburuk

Dalam makalah berjudul “Situasi Kemanusiaan di Jalur Gaza dan Kelaparan dari Perspektif Hukum”, pakar hukum internasional Dr. Adel Yammine menyebut kondisi Gaza sebagai salah satu krisis kemanusiaan paling serius di era modern.

“Warga sipil Gaza hidup dalam situasi yang mengerikan akibat blokade, pembunuhan, genosida yang nyata, kelaparan, penolakan pasokan vital, dan perampasan makanan, air, serta obat-obatan secara sistematis,” ungkapnya.

Yammine menegaskan, blokade dan kelaparan adalah kejahatan perang sebagaimana diatur dalam hukum internasional. Ia menambahkan, ICC tetap memiliki yurisdiksi untuk mengadili pejabat Israel, meski negara itu bukan pihak dalam Statuta Roma.

Ia juga menyinggung Prinsip San Remo tentang bantuan kemanusiaan, yang memungkinkan negara-negara menyalurkan bantuan ke Gaza tanpa persetujuan Israel, dengan dasar tindakan penanggulangan kemanusiaan.

“Masalah terbesar bukan ketiadaan hukum, melainkan ketiadaan kemauan politik internasional untuk menegakkannya,” kata Yammine.

Kebungkaman Dunia, Impunitas bagi Israel

Yammine mengingatkan bahwa Konvensi Jenewa dan Statuta Roma secara tegas melarang penggunaan kelaparan sebagai senjata perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, kebungkaman dunia atas kejahatan Israel justru melemahkan sistem hukum internasional dan memberi ruang impunitas.

Ia menyebut laporan PBB dan organisasi HAM telah mendokumentasikan kebijakan perampasan makanan serta obat-obatan secara sistematis, yang menjadi bukti kesengajaan Israel. Kondisi ini, katanya, menjadi ujian historis bagi komunitas internasional terkait komitmen mereka terhadap kewajiban melindungi warga sipil.

Seruan Aliansi Kemanusiaan Global

Sementara itu, Ketua Forum Palestina di Inggris, Dr. Hafez Al-Karmi, menilai hukum internasional saat ini telah menjadi alat selektif di tangan negara-negara besar. Menurutnya, kegagalan lembaga internasional menghentikan kelaparan dan genosida di Gaza menunjukkan besarnya ketidakadilan dalam sistem global.

“Pendudukan Israel mengeksploitasi bias ini untuk memaksakan fakta baru di lapangan, memanfaatkan kelemahan komunitas internasional,” katanya.

Al-Karmi menyerukan pembentukan aliansi lintas negara berbasis hak asasi manusia untuk mengembalikan makna keadilan universal dan mengakhiri monopoli negara-negara besar atas legitimasi internasional.

sumber: infopalestina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

16 − 3 =