Wayang Suket Jadi Jembatan Budaya di World Muslim Scout Jamboree 2025

 Wayang Suket Jadi Jembatan Budaya di World Muslim Scout Jamboree 2025

Jakarta, Mediaislam.id–Di tengah gemuruh World Muslim Scout Jamboree (WMSJ) 2025 yang dipadati ribuan peserta dari 16 negara, ada satu sudut yang terasa berbeda. Booth Kementerian Kebudayaan RI berdiri tenang di antara deretan booth lainnya. Suasananya lebih hening dibanding keramaian luar, namun di dalamnya justru tersimpan kesibukan yang tak kalah menarik.

Beberapa remaja duduk lesehan mengelilingi meja panjang, jemari mereka sibuk memilin dan mengikat helai rumput mendong yang kering. Sesekali terdengar tawa kecil ketika anyaman tak kunjung rapi, lalu kembali hening saat konsentrasi menguasai wajah mereka. Dari bahan sederhana itu lahirlah tokoh-tokoh wayang unik yang dikenal dengan sebutan wayang suket.

Workshop ini hanyalah salah satu dari rangkaian aktivitas yang ditawarkan Kementerian Kebudayaan dalam WMSJ 2025, yang berlangsung pada 9–14 September di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur. Ajang yang diikuti 15.333 peserta dari 16 negara ini sekaligus menjadi bagian dari perayaan 100 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor.

Baca juga: Kementerian Kebudayaan Promosikan Angklung dan Batik di World Muslim Scout Jamboree 2025

Workshop wayang suket ini digelar bersama Komunitas Wayang Suket Mendong, Kabupaten Tangerang. Mereka datang membawa semangat melestarikan seni yang kerap terpinggirkan oleh popularitas wayang kulit dan golek.

“Adik-adik di sini sangat antusias. Banyak yang baru tahu bahwa Indonesia punya wayang unik dari rumput mendong,” tutur Kak Ipin, salah satu pelatih, dengan wajah puas melihat hasil karya peserta.

“Wayang suket itu bebas, tidak ada pakem kaku. Justru di situlah kreativitas mereka diuji,” tambahnya.

Rumput mendong yang menjadi bahan dasar wayang sebagian besar dibudidayakan di Jawa. Selain bisa dirangkai menjadi wayang, rumput tersebut juga biasa dipakai untuk membuat tikar atau tas. “Jadi bukan hanya melestarikan budaya, tapi juga menghidupkan ekonomi masyarakat,” ujar Kak Ipin.

Ia berharap generasi muda semakin peduli pada budaya. “Pelestari wayang suket di Indonesia hanya segelintir, mungkin tak sampai sepuluh orang. Harapannya, semakin banyak anak-anak muda yang mau belajar dan menjaga warisan ini,” katanya.

Di antara para peserta yang sibuk berkreasi, ada Amira Fadila, siswi SMA Darul Muttaqien Islamic Boarding School Bogor. Tangannya masih memegang wayang kecil dari rumput mendong, wajahnya berbinar.

“Seru banget, bisa melatih kesabaran, ketekunan, dan kreativitas. Saya sebelumnya hanya tahu wayang kulit, jadi pengalaman ini membuka wawasan baru,” ungkap Amira.

Bagi Amira, wayang suket bukan hanya karya seni, tetapi juga cara memahami bahwa budaya Indonesia begitu kaya. Ia berharap teman-temannya ikut mencoba dan bangga melestarikan tradisi bangsa.

Lewat suasana sederhana di booth kecil itu, Kementerian Kebudayaan RI menyampaikan pesan besar: budaya adalah jembatan diplomasi. Di tengah pertemuan pramuka Muslim dunia, Indonesia menunjukkan identitasnya bukan hanya sebagai tuan rumah, tetapi juga penjaga warisan yang mampu hidup di masa kini.

Selain mengenalkan wayang suket, peserta WMSJ juga berkesempatan mencoba membatik. Wayang suket dan batik yang dikerjakan dengan tangan-tangan muda siang itu membuktikan satu hal: warisan tidak pernah benar-benar usang. Selama ada yang membuat, merasakan, dan menceritakannya kembali, tradisi akan terus bernafas di tengah pergantian zaman.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

18 − thirteen =