Masjid Al-Aqsha: Spirit yang Tak Pernah Padam
Tanggal 21 Agustus 1969 tercatat sebagai salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah umat Islam. Pada hari itu, Masjid Al-Aqsha—masjid suci ketiga umat Islam—dibakar oleh aksi Zionis. Tragedi ini tidak hanya melukai hati umat Islam, tetapi juga menjadi bukti nyata sebuah kejahatan kemanusiaan dan keagamaan yang hingga kini meninggalkan luka mendalam.
Setiap tahun, peristiwa ini diperingati oleh aktivis kemanusiaan di berbagai belahan dunia. Tujuannya bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi untuk mengingatkan kita semua bahwa api kezaliman di Palestina masih belum padam. Tahun ini, peringatan tersebut terasa lebih mendalam karena bertepatan dengan genosida yang masih menerpa rakyat Gaza.
Simbol Perlawanan dan Keteguhan
Pembakaran Al-Aqsha adalah simbol penistaan terhadap agama dan kemanusiaan. Namun, agresi yang terus berlangsung hingga hari ini menunjukkan bahwa api tersebut tidak pernah benar-benar padam.
Di sisi lain, rakyat Palestina terus menunjukkan keteguhan mereka. Serangan balasan yang mereka sebut “Tufanul Aqsa” atau “Badai Al-Aqsha” adalah simbol bahwa perjuangan tidak akan berhenti. Meski menghadapi kekuatan militer yang jauh lebih besar, mereka tetap berdiri tegak melawan penindasan.
Hal ini menjadi pengingat bagi umat Islam, bahwa di dunia ini masih ada kekuatan angkara murka yang terus melancarkan kebiadaban. Dan sebagai umat manusia, kita tidak boleh tinggal diam.
Kemenangan yang Sesungguhnya
Lalu, kemenangan apa yang dapat kita lihat di Palestina hari ini?
Kemenangan sejati tentu adalah kemerdekaan penuh Palestina, pembebasan Al-Aqsha, dan berakhirnya penjajahan Zionis. Namun, di balik penderitaan panjang, kita dapat melihat bentuk kemenangan lain: kemenangan kesadaran.
Hari ini, semakin banyak umat Islam dan publik dunia yang sadar bahwa persoalan Al-Aqsha bukan hanya isu bangsa Palestina, tetapi isu kemanusiaan global. Kesadaran untuk bersatu, peduli, dan menolak penjajahan modern ini adalah kemenangan moral yang lahir dari kegigihan dan perjuangan rakyat Palestina.
Penjajahan terhadap Palestina jelas merupakan penjajahan modern yang didukung oleh sistem global. Namun, di balik itu tumbuh pula kesadaran kolektif bahwa kezaliman tidak boleh dibiarkan.
Api yang Harus Dipadamkan
Tragedi pembakaran Al-Aqsha 1969 seakan menjadi simbol bahwa masjid suci ini hingga kini masih terus “dibakar” dalam arti diserang, dinista, dan diperlakukan semena-mena.
Selama api itu belum padam, kita memiliki kewajiban moral dan iman untuk terus berjuang. Bukan hanya dengan doa, tetapi juga dengan aksi nyata: menyuarakan kebenaran, mendukung perjuangan rakyat Palestina, dan menolak segala bentuk penjajahan.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kekuatan kepada kita semua untuk tetap istiqamah berdiri bersama Palestina. Karena membela Al-Aqsha bukan sekadar perjuangan politik, tetapi amanah iman dan kemanusiaan.
Ustaz Ilham Jaya, Lc., MA
Deputi Komite solidaritas (KITA) Palestina
