Direktur Rumah Sakit Indonesia Wafat Akibat Serangan Israel, Sukamta: Kejahatan yang Luar Biasa

Sukamta/Monitorindonesia.co.id
Jakarta, Mediaislam.id–Al Jazeera melaporkan 67 orang tewas dalam waktu 24 jam (2/7) di Palestina. Dari 67 orang itu, 11 orang yang tewas di antaranya saat menunggu bantuan kemanusiaan. Mereka dibunuh militer Israel.
Korban tewas itu juga termasuk Direktur RS Indonesia di Gaza, Marwan al-Sultan dan keluarganya, dalam serangan Israel terhadap sebuah bangunan perumahan di barat daya Kota Gaza. Selama ini Marwan berulang kali meminta masyarakat internasional untuk mendesak keselamatan tim medis, termasuk ketika tentara Israel mengepung atau menyerang rumah sakit tersebut.
Sukamta, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Kamis (3/7/2025) di Jakarta, dengan tegas mengatakan, “Israel terus menerus menunjukkan kejahatannya yang luar biasa (extraordinary). Mereka tidak tunduk pada hukum, juga tidak memiliki komitmen pada kemanusiaan. Ini jelas terlihat dari serangan-serangan brutal tentara Israel selama ini terhadap objek yang tidak boleh dijadikan target serangan, seperti warga sipil, fasilitas sipil, rumah sakit dan tenaga medis. Saya mengutuk kebrutalan Israel ini dan menyerukan semua pihak berupaya menghentikan genosida yang dilakukan Israel.”
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menjelaskan serangan Israel terhadap RS Indonesia hingga menewaskan Direkturnya telah jelas melanggar sejumlah aturan dan hukum internasional. Di antaranya Konvensi Den Haag tahun 1907 tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat Pasal 18 yang melarang serangan terhadap rumah sakit, tempat medis, dan tenaga medis yang mengumpulkan, merawat, dan mengevakuasi orang yang terluka dan sakit dalam konflik bersenjata.
Selain itu, Israel juga telah melanggar Konvensi Jenewa keempat tahun 1949 dan Protokol Tambahan I tahun 1977 yang secara eksplisit menekankan perlindungan bagi rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya dari serangan. Pasal 18 Konvensi Jenewa keempat menyatakan fasilitas kesehatan harus dihormati dan dilindungi di semua waktu dan tidak boleh menjadi sasaran serangan. Sedangkan Protokol Tambahan I menyatakan serangan terhadap fasilitas kesehatan, yang tidak digunakan untuk aktivitas militer, merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional yang cukup serius.
Tidak hanya menyerang fasilitas kesehatan dan tenaga medis, Israel juga melakukan serentetan kejahatan di Gaza. Hanya diperbolehkannya penyaluran bantuan satu-satunya lewat GHF (Gaza Humanitarian Foundation) juga disebut sebagai “dead trap”, ratusan jiwa melayang karena sedang mengantri bantuan makanan karena penembakan brutal penjajah Israel. Ini kondisi yang sangat memprihatinkan. Ditambah adanya kabar ditemukannya obat terlarang dalam bantuan makanan, semakin menambah penderitaan warga Gaza. Mereka sudah kelaparan tapi merasa khawatir untuk memakan, karena ada kandungan obat terlarang. Ini cara yang sangat keji dari Penjajah Israel, menyiksa psikologis warga Palestina. Hingga aktivis kemanusiaan dunia menyebut kondisi seperti ini lebih buruk dari Holocaust.
“Karena itu, saya terus mendukung Pemerintah Indonesia agar bersikap lebih proaktif untuk mendesak PBB dan seluruh negara di dunia menghentikan genosida yang terjadi di Gaza dan mendesak segera dibuka akses bantuan kemanusiaan seluas-luasnya. Kami berharap kunjungan Pak Prabowo ke Arab Saudi dan kemudian menghadiri pertemuan BRICS di Brasil juga membawa misi utama untuk penghentian genosida di Palestina. Termasuk segera menunjuk Dubes RI untuk PBB di New York dan Jenewa, karena upaya diplomasi yang proaktif sangat membutuhkan peran Dubes sebagai ujung tombaknya,” ujar Sukamta legislator dari Yogyakarta ini.*