Refleksi Kisah Ashabul Kahfi untuk Pemuda Hari Ini

 Refleksi Kisah Ashabul Kahfi untuk Pemuda Hari Ini

Ilustrasi

KITA hidup di era yang penuh dengan distraksi: media sosial, hedonisme, budaya instan, dan normalisasi dosa. Banyak anak muda yang kehilangan arah, terhanyut oleh popularitas palsu dan gaya hidup yang mengabaikan nilai-nilai Islam.

Dalam situasi seperti ini, kisah Ashabul Kahfi—sekelompok anak muda yang tetap teguh dalam keimanannya di tengah tekanan zaman—menjadi sangat relevan untuk direnungkan. Kisah mereka bukan sekadar dongeng masa lalu, tetapi potret tekad dan keberanian untuk melawan arus, yang dapat menjadi cermin bagi kita semua.

Kisah Ashabul Kahfi terekam dalam QS. Al-Kahfi ayat 9–26, yang menceritakan tentang sekelompok pemuda yang hidup di masa kekuasaan raja zalim dan penuh kemusyrikan. Mereka adalah pemuda-pemuda terpilih yang tidak mau mengikuti budaya menyimpang di sekitarnya, lalu memilih hijrah dan bersembunyi di dalam gua demi menyelamatkan iman mereka.

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَاَهُمْ بِالْحَقِّۗ اِنَّهُمْ فِتْيَةٌ اٰمَنُوْا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنٰهُمْ هُدًىۖ

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) berita mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka; dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (QS. Al-Kahfi [18]: 13)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, para pemuda itu berasal dari kalangan bangsawan. Meski hidup dalam kenyamanan, mereka lebih memilih kesunyian gua demi menjaga keimanan daripada tinggal di istana tapi menyekutukan Allah.

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menyebutkan, pemuda Ashabul Kahfi menjadi simbol keberanian spiritual. Mereka tidak mengikuti mayoritas yang menyimpang, melainkan memilih kebenaran walau harus bersembunyi dan dianggap aneh.

Sedangkan Sayyid Quthb dalam kitabnya Fi Zhilalil Qur’an menjelaskan, Ashabul Kahfi adalah potret revolusi tauhid. Mereka melawan sistem penindasan spiritual dengan jalan keimanan. Menurut Quthb, gua bukan simbol kelemahan, tapi benteng perlindungan ruhani dari kerusakan peradaban. Dalam tafsirnya, ia menulis:

“Itu adalah gambaran kemenangan keyakinan atas tekanan duniawi; ketika hati pemuda itu tak tahan lagi dengan lingkungan kufur, mereka mengasingkan diri bukan karena lemah, tapi karena hendak mempertahankan keimanan yang murni.”

Gua Iman di Zaman Sekarang

Gua dalam kisah Ashabul Kahfi bukan hanya tempat fisik, tetapi juga simbol dari “perlindungan spiritual”. Di masa sekarang, “gua iman” bisa bermakna waktu-waktu kita merenung dalam sunyi, menjauh dari keramaian dunia untuk mendekat pada Allah. Bisa berupa sepertiga malam terakhir, ruang-ruang kecil di masjid, atau bahkan log out dari media sosial untuk sementara waktu demi membersihkan hati.

Dalam dalam Tafsir Al-Maraghi menyoroti sisi kesadaran intelektual dan ketulusan spiritual para pemuda Ashabul Kahfi. Dalam pandangannya, keputusan mereka untuk masuk ke dalam gua bukan semata-mata karena tekanan eksternal, melainkan karena keimanan yang telah melampaui logika dan dominasi sosial.

“Mereka sadar bahwa mempertahankan keyakinan lebih penting daripada sekadar bertahan hidup dalam sistem yang rusak.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

nineteen − nineteen =