Madrid Saatnya Berubah

 Madrid Saatnya Berubah

Ketum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir.

Oleh:

Haedar Nashir 

REAL Madrid kalah lagi. Setelah lepas dari Liga Champions dikalahkan secara telak away and home oleh Arsenal dengan agregat 1-5, kali ini kalah dalam laga el-clasico dari Barcelona 2-3 di final Copa del Rey. Tragisnya Madrid kalah sebelumnya berturut-turut dari Barca tahun ini di Laliga 0-4, di final piala Super Spanyol 2-5.

Kita tunggu di matchday ke-35 di Laliga, apakah Madrid akan kalah lagi dari Barca dalam perebutan piala Laliga Spanyol. Jika kalah lagi maka Madrid makin terpuruk secara sempurna. Piala Laliga pun sepenuhnya lepas ke Barca. Apa boleh buat.

Bagi penggemar dan pengamat sepakbola khususnya Real Madrid, mungkin ada pertanyaan serius. Kenapa Los Blancos kalah terus, lebih-lebih dari lawan utamanya Barcelona? Tahun ini bahkan bisa lepas semua gelar dan akhirnya tak meraih tropi apapun.

Banyak analisis dilakukan seputar keterpurukan Si Raja Liga Champions. Sang pelatih hebat, Carlo Ancelotti bahkan terus disalahkan. Sebenarnya, kalah dan menang itu lumrah di sepak bola maupun kontestasi lainnya. Ancelotti tak adil disalahkan secera berlebihan. Dia pelatih hebat yang telah memberikan banyak gelar bergengsi bagi Madrid, termasuk tiga Liga Champions. Kalaupun mau dilepas akhir musim ini, Don Carlo layak dilepas dengan penghormatan tinggi, bukan sebagai pecundang.

Dunia olahraga pantas menjunjunjung tinggi sportifitas. Para pemain Madrid pun tidak sepenuhnya terus disalahkan, apalagi tahun lalu mereka telah memberikan gelar Laliga dan Liga Campions. Kini, yang diperlukan oleh Madrid ialah perubahan.

Perubahan bermain dengan pola sistem. Bukan hanya dengan mengandalkan skill individual pemain.

Sepakbola modern memerlukan sistem, bukan sekadar kehebatan pemain. Barca di bawah Hansi Flic menunjukkan itu, dengan pemain pas-pasan dan muda-muda kecuali Lewandoski, klub dari Katalan itu mampu menjelma menjadi kekuatan yang hebat. Barca tidak sepenuhnya memainkan tiki-taka yang menjadi karakter Barca, tetapi ada pragmatisme serangan vertikal yang dikembangkan pelatih Jerman itu.

Sama dengan keberhasilan pelatih Pep Guardiola di Manchester City, yang memadukan penguasaan bola dengan serangan langsung ke jantung pertahanan lawan kemampuan individual pemain dan penguasaan bola. Dia sebelumnya gagal di Munchen karena murni mengandalkan penguasaan bola ala tiki-taka. Bahwa City gagal tahun ini di Liga Inggris dan Liga Champhions, hal itu karena kondisi pemain-pemain utamanya mengalami penurunan performa.

Lihatlah Argentina dan Brasil di Amerika Selatan. Kini Messi dan kawan-kawan di bawah pelatih Lionel Scaloni makin menuju sepakbola modern yang mengandalkan sistem, sehingga mampu juara dunia dan kini pemuncak di kualifikasi piala dunia 2026.

Sementara Brasil masih berkutat dengan skill individual yang ketinggalan zaman di tangan para pemain yang tidak sehebat Ronaldo Nazario dan kawan-kawan, dengan sebagian di antaranya memiliki mentalitas yang kurang positif plus kemampuan nanggung. Brasil sebagaimana Madrid perlu berubah total.

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari kekalahan Madrid secara dramatis dan naiknya kembali Barca ke panggung sepakbola dunia? Madrid saatnya berubah ke permainan sistem. Madrid terlalu mengandalkan skill individual minus pola permainan kolektif dengan mengandalkan penguasaan bola yang efektif. Sebaliknya Barca bertumpu pada sistem yang mengandalkan penguasaan bola dengan pola serangan maupun bertahan yang efektif.

Karenanya, bagi Madrid pergantian pelatih menjadi penting. Pelatih yang memiliki pola permainan kolektif dipadukan skill individual dalam satu sistem yang kokoh. Publik banyak membicarakan Xabi Alonso atau Jurgen Klopp sebagai pilihan utama. Para Madridista tentu ingin menyaksikan permainan Madrid yang indah tetapi juara!

Kita tinggalkan Madrid, Barca, dan dunia sepekbola. Dalam kehidupan berorganisasi maupun berbangsa dan bernegara pun sama, diperlukan perpaduan antara kualitas individual manusia dengan kekuatan sistem. Sehebat apapapun manusia tidak akan bisa bekerja sendirian atau satu dua orang dalam membangun organisasi dan bangsa menjadi unggul tanpa keandalan sistem.

Mari tingkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia sekaligus sistem berbangsa-bernegara agar Indonesia jaya berkemajuan. Indonesia akan mengalami lompatan kemajuan jika kita gigih dan sabar membangun sistem!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

sixteen − 4 =