Gen Z Harus Melek Politik Islam

Gen-Z
MENJELANG Pilkada Serentak 2024, para calon kepala daerah mencoba mendulang suara generasi Z (gen Z) dengan berbagai cara dan juga berbagai tawaran menarik. Ya, menjadi rahasia publik, gen Z menjadi pemilih pemula yang tercatat sebagai peringkat tiga teratas dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) secara kuantitas ada 46,8 juta gen Z yang tercatat dalam DPT. Hal ini setara dengan dua kali jumlah penduduk di Pulau Sulawesi.
Potensi besar yang dimiliki gen Z ini, sebagai generasi yang melek teknologi digital, mudah menerima keberagaman dan ambisius. Dengan karakter unik yang dimilikinya sering kali hal ini berpeluang untuk dibajak dan dimanfaatkan demi kepentingan tertentu.
Gen Z kerap kali mendapatkan iming-iming janji manis akan kehidupan yang lebih baik di masa kepemimpinan kepala daerah dan pemimpin negeri yang baru, termasuk dalam pilkada saat ini. Calon Gubernur Jakarta nomor urut 1, Ridwan Kamil, misalnya. RK membuat janji pada gen Z jika ia terpilih sebagai Gubernur Jakarta periode 2024-2029, RK akan mendampingi gen Z melalui kesulitan-kesulitan, seperti lapangan kerja dan ekspresi budaya. (kompas.com, 6/10/2024).
Janji dan harapan akan perubahan hidup memang menarik siapa saja, termasuk gen Z. Apalagi jika perubahan itu menyangkut nasib gen Z di masa datang. Sehingga wajar jika berbagai upaya untuk mendulang suara dari gen Z terus dilakukan, baik di dunia nyata maupun di jejaring media sosial. Namun, seharusnya gen Z menolak lupa bahwa dalam sistem demokrasi yang diterapkan saat ini, sejatinya mereka hanya dibutuhkan suaranya untuk memenangkan pesta demokrasi. Setelah itu, nasib mereka tidak akan ada perubahan, sebagaimana masa-masa sebelumnya.
Mengambil pelajaran dari masa ke masa pergantian kepemimpinan dalam sistem demokrasi, suara generasi muda hanya jadi alat memuluskan jalan menuju kursi kekuasaan. Janji akan kesejahteraan pun hanya isapan jempol belaka. Saat sudah berkuasa janji itu pun mendadak lupa, tenggelam oleh syahwat kekuasaan.
Di sisi lain, gen Z seharusnya membuka mata bahwa dalam naungan sekuler demokrasi gen Z hanya dipandang sebagai aset ekonomi yang dimanfaatkan demi mendokrak perekonomian bangsa. Sebab, negara berpotensi besar mendulang cuan dari potensi yang dimiliki oleh gen Z.
Gen Z hari ini hanya menjadi agent of economi dan agent of politic yang menjadi perpanjangan tangan pengusung nilai-nilai liberal, sekuler, dan kapitalisme yang menggurita. Padahal, gen Z saat ini tidak hanya menghadapi tantangan ekonomi, tetapi lebih dari itu. Keterbukaan proses informasi dan komunikasi di dunia digital menjadikan mereka enggan melalui proses pencapaian dengan proses yang panjang alias serba instan, minim literasi, mengalami masalah kesehatan mental, hingga krisis identitas. Sehingga menjadikan mereka mudah dibajak potensinya. Bahkan, tak sedikit di antara mereka hanya sekedar ikut-ikutan arus yang ada.
Ada banyak perbedaan mendasar antara sistem demokrasi dan Islam dalam pengelolaan urusan umat, termasuk gen Z. Dalam sistem demokrasi yang sekuler, pengurusan generasi hanya berfokus pada asas untung dan rugi semata. Sangat berbeda tatkala diurus dalam naungan sistem Islam. Sebab, dalam naungan Islam, pemuda memiliki posisi strategis yang sangat luar biasa. Dari tangan pemudalah perubahan besar dapat terwujud.
Pemuda dalam paradigma Islam merupakan tonggak peradaban yang diharapkan dapat menjadi agen perubahan. Pemuda harus memiliki visi mulia, yaitu menciptakan perubahan hakiki sesuai fitrah yang Allah SWT beri. Sehingga penting bagi gen Z memahami bahwa Islam merupakan agama sekaligus ideologi yang bersumber dari Allah, Zat Yang Mahasempurna.
Menjadi kewajiban negara untuk menumbuhkan kesadaran politik Islam dalam diri pemuda. Hal ini bertujuan agar potensi yang dimilikinya dapat diarahkan ke arah perubahan yang hakiki dan menyeluruh. Oleh karena itu, gen Z harus dipahamkan bahwa arah pandang perubahan harus sesuai dengan Islam. Tujuan dan cita-cita pemuda yang mulai niscaya akan dapat dicapai dengan menikmati setiap proses yang terjadi, tanpa mengesampingkan syariat sebagai petunjuk kehidupan. Sehingga arah pandang pemikiran dan aksinya sejalan dengan syarak.