Hijrah Zaman Now
KH Bachtiar Nasir
SEBELUMNYA perlu dipahami bahwa hijrah yang secara bahasa berarti meninggalkan dan menjauhi itu mempunyai dua makna. Yaitu hijrah fisik dan hijrah maknawi. Adapun hijrah fisik yang dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam berserta kaum muhajirin Mekkah mengandung dua hal pokok.
Pertama, Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam di Mekkah untuk berhijrah karena pada waktu itu mereka sedang mengalami penindasan dengan segala bentuknya sehingga tidak ada seorangpun yang merasa aman dan tenang dalam menjalankan ajaran agamanya.
Kedua, hijrah yang dilakukan Nabi SAW beserta kaum muhajirin itu merupakan suatu strategi untuk menjaga eksistensi umat Islam karena melihat kondisi masyarakatnya yang tidak memungkinkan lagi meneruskan dakwah di Mekkah. Sedangkan pada waktu yang sama di Madinah telah muncul benih-benih masyarakat Islam yang sangat potensial dengan masuk Islamnya beberapa pemuka suku ‘Aus dan Khazraj yang merupakan komponen inti masyarakat Madinah disamping bangsa Yahudi. Hal itu sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang hijrah:
إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّـهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَـٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS. al-Nisa` [4] : 97).
Jadi hijrah secara fisik meninggalkan suatu daerah menuju daerah lainnya itu masih terus disyariatkan kepada umat Islam apabila di suatu daerah dia berada dalam kondisi tertindas. Tdak dapat menjalankan ajaran agamanya dengan bebas dan hijrahnya itu tidak akan menimbulkan mudharat yang lebih besar. Sebaliknya jika berada di tempat kekufuran, tapi dia masih dapat menjalankan ajaran dan perintah agamanya dengan aman dan tenang maka tidak apa-apa jika tidak berhijrah. Bahkan mungkin dengan tidak berhijrah itu lebih bermanfaat bagi umat Islam, baik di wilayah Islam ataupun di wilayah kafir itu sendiri. Serta bermanfaat bagi dakwah Islam itu sendiri dengan mengajarkan dan mencontohkan nilai-nilai Islam kepada masyarakatnya. Hal itulah yang ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
لا هجرةَ بعد الفتح، ولكن جِهادٌ ونِيَّةٌ، وإذا استُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا”. رواه البخاري ومسلم
“Tidak ada hijrah setelah pembukaan kota Makkah, melainkan jihad dan niat. Apabila kalian diperintahkan untuk berperang, berangkatlah kalian berperang.” (Riwayat Bukhâri dan Muslim).
سُئلت السيدة عائشة رضي الله عنها عن الهجرة فقالت: لا هجرة اليوم، كان المؤمن يَفِرُّ بدِينه إلى الله ورسوله مَخافةَ أن يُفتَنَ، فأما اليوم فقد أظهَرَ اللهُ الإسلام، والمؤمن يعبد ربه حيث شاء. رواه البخاري
“Aisyah ditanya tentang hijrah, maka beliau menjawab, “tidak ada hijrah sekarang, dulu orang beriman berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya karena takut fitnah terhadap agamanya, sedangkan sekarang Allah telah memenangkan Islam dan orang beriman bisa beribadah semaunya.” (Riwayat Bukhari).
Hijrah Maknawi
Sedangkan hijrah maknawi dalam artian hijrah meninggalkan hal-hal negatif dalam diri sendiri dengan mengubah sikap, mental, akhlak dan gaya hidup ke arah yang lebih baik menurut ajaran dan tuntunan Islam maka itu berlaku terus menerus sampai hari kiamat nanti. Sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم : المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده , والمهاجر من هجر ما نهى الله عنه. رواه البخارى ومسلم
Dari Abdullah bin Amru bin al-Ash ra, ia berkata: Rasulullah SAW. bersabda: ‘Seorang muslim sejati adalah orang yang menyelamatkan muslim yang lain dari kejahatan lisan dan tangannya. Dan muhajir sejati adalah orang yang berhijrah dari hal yang dilarang oleh Allah“. (Riwayat Bukhari-Muslim).
Tidak ada seorangpun ulama yang mengartikan hijrah dengan arti meninggalkan masyarakat. Bahkan Nabi SAW menyuruh umat Islam untuk bergaul dan membaur dengan masyarakat serta mengajak masyarakatnya menuju jalan Allah SWT.
الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ
“Orang mukmin yang berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan bersabar atas perbuatan buruk mereka, lebih besar pahalanya daripada seorang mukmin yang tidak berbaur (berinteraksi) dengan manusia dan tidak sabar atas tindakan buruk mereka.” (Riwayat Ahmad, Tirmizi dan Ibnu Majah).*
