Game Online: Antara Harapan dan Realitas

 Game Online: Antara Harapan dan Realitas

Ilustrasi: Game online [foto: detik.com]

KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak agar Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dapat memblokir game online yang mengandung kekerasan dan seksualitas. Pasalnya, permainan seperti itu bisa berdampak buruk pada anak terutama yang bergenre battle royale seperti Free Fire yang sangat populer saat ini.

Terpisah, Menteri Kominikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan Kementerian Kominfo telah mengatur klasifikasi permainan melalui Peraturan Menteri Kominfo Nomor 2 Tahun 2024. Dalam aturan tersebut, setiap produsen permainan memiliki kewajiban untuk memberikan label dan peringatan usia.

“Selama dia declare ini permainan untuk orang dewasa, anak-anak tentu tidak boleh memainkan permainan itu. Jadi, permainan bisa dikonsumsi anak-anak, karena ada rating sama seperti di film. Tentu itu kebijaksanaan pemirsa juga atau pemain,” jelas dia.

Demikianlah ekspektasi dan realitas game online yang saat ini banyak dipermasalahkan terutama oleh kalangan orang tua. Sebab realitas yang terjadi tidaklah sesuai dengan ekspektasi. Yaitu memberikan pengaruh negatif daripada pengaruh positif pada anak. Mulai dari efek kecanduan hingga perubahan pola sikap dan perilaku anak yang cenderung lebih kasar secara verbal dan perilaku.

Tentu hal demikian menjadi tanggung jawab bersama terutama pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar lebih bijak dalam membuat kebijakan sehingga mampu menyelamatkan anak-anak generasi penerus bangsa, agar tidak rusak secara mental dan perilaku.

Namun berharap banyak pada pemerintah yang berjalan dalam sistem sekuler kapitalisme seperti saat ini, bagaikan pepatah, jauh panggang dari api, jauh dari harapan yang diinginkan. Sebab sistem sekuler kapitalisme akan senantiasa membuat kebijakan yang dapat menghasilkan keuntungan bagi para kapitalis pembuat game online, walaupun taruhannya adalah rusaknya moral generasi sebab terpapar unsur-unsur sensualitas pornografi dan kekerasan dalam game online.

Pada akhirnya, bagaikan buah simalakama untuk para orang tua, ketika harus memilih dari dua pilihan yang sulit, yaitu memberikan gawai atau tidak pada anak, sedangkan gawai saat ini menjadi satu kebutuhan yang harus tersedia untuk anak, sebab bahkan tigas-tugas sekolah pun harus menggunakan gawai, untuk menyelesaikan tugas sekolah dan mencari beragam informasi terkait kegiatan belajar mengajar.

Padahal dilema pemberian gawai bagi anak oleh orang tua, seharusmya menjadi sesuatu yang tidak perlu ada, jika pemerintah legowo untuk memblokir segala hal yang bersifat pornografi dan sensualitas juga kekerasan didunia maya.

Dan game online pun seharusnya bukan masalah besar, jika tidak mengandung unsur sensualitas dan pornografi juga kekerasan. Baik untuk anak maupun untuk dewasa.

Hanya saja sistem sekuler kapitalisme, merasa tidak lengkap dan tidak sempurna jika game online tidak mengandung unsur sensualitas dan pornografi juga kekerasan, sebab unsur tersebut dinilai bisa meningkatkan adrenalin pemain permainan. Padahal sejatinya unsur tersebut hanya memantik timbulnya syahwat pemain game online dan merusak syaraf anak-anak yang tidak memiliki tempat penyaluran syahwat yang benar dan halal.

Alhasil dari kebijakan yang salah tentang game online saja, sistem sekuler kapitalisme berhasil melahirkan banyak masalah cabang berupa meningkatnya tindak kriminalitas dikalangan anak dan dewasa, dari mulai pencurian, pelecehan seksual hingga kasus bunuh diri.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

five − four =