Genosida Gaza, Kekuatan Argumen Tim Afsel di ICJ
Oleh:
Dr. Maimon Herawati, S.Sos., M.Litt. (S2 Kajian Palestina)
SIDANG pertama International Court of Justice (ICJ) PBB usai. Hanya Al Jazeera English yang menayangkan persidangan secara live. Jeda istirahat digunakan Al Jazeraa English untuk menayangkan wawancara dengan tokoh, aktivis, dan masyarakat di berbagai lokasi. Well prepared.
Media besar seperti BBC, CNN, Fox, MNSC tidak melakukan siaran langsung. Guardian, koran Inggris merelay TV PBB dan tayangan berakhir begitu TV PBB mengakhiri tayangan. Seorang wartawan Inggris, Richard Medhurst, mempertanyakan ‘kebisuan’ media besar lainnya dalam meliput kasus yang bersejarah ini, padahal tidak perlu membayar untuk melakukan relay TV PBB. Kebisuan ini adalah untuk melindungi citra Israel, tulis Richard dalam akun X-nya, karena media tersebut adalah humas Zionis.
Persidangan hari pertama menghancurkan citra humanis demokratis dan korban-sepanjang-masa Israel. Tidak ada pasukan Israel yang membagi makanan pada anak-anak, pasukan yang menggotong peralatan NICU ke dalam RS, atau menolong Lansia di jalan. Yang ada adalah pasukan yang menari girang merayakan penghancuran luluh lantak rumah di Gaza, yang meneriakkan slogan pembunuhan seluruh orang di Gaza, wipe out the seed of Amalek.
Berikut argumen tim Afsel yang kokoh. Adila Hassim, dalam paparannya menjelaskan bahwa genosida tidak pernah diumumkan (pelakunya) secara luas, tapi sidang ini (untuk kasus Gaza) memiliki bahan yang lengkap selama 13 minggu. Pelarangan masuknya bantuan medis, makanan, dan minuman adalah kesengajaan Israel untuk menciptakan kelaparan dan dehidrasi massal.
Perintah Israel untuk mengosongkan rumah mereka, menyebabkan 80% penduduk Gaza saat ini mengungsi. RS juga dipaksa kosongkan dengan waktu pengosongan demikian singkat. Perintah ini adalah hukuman mati bagi pasien kritis yang tidak bisa dipindahkan. Yang tidak mengungsi beresiko tinggi kehilangan nyawa mereka. Warga Gaza berkali-kali berpindah tempat sesuai perintah Israel, namun di lokasi yang kata Israel aman, warga Gaza juga dibom. Adila mengutip kalimat petinggi PBB, bahwa tidak ada lokasi aman di Gaza. Ini adalah genosida, kata Adila.
Adila juga menyampaikan 6.000 bom tiap minggu digunakan Israel menghancurkan Gaza. Keluarga terbunuh seluruhnya, tidak ada yang tersisa dari tiga generasi. Israel menggunakan bom dua ton lebih dari 200 di wilayah Selatan Gaza yang kata Israel aman. Bom dua ton ini adalah bom yang memiliki daya rusak sangat mengerikan.
Pengacara lain memaparkan berbagai kutipan pernyataan pemimpin politik, komandan militer Israel yang mengumumkan niat genosida mereka.
Pernyataan ini diulang oleh tentara di lapangan, seperti nyanyian penghancuran Amalek saat mereka mengebom Palestina. Netanyahu menyampaikan suruhan penghancuran Amalek ini dua kali dan disiarkan media secara luas. Isaac Herzog, Presiden Israel, mengatakan bahwa tidak ada innocent civilian, masyarakat sipil yang tidak bersalah, di Gaza. Seluruh bangsa Palestina di Gaza bersalah.
Beruntun pernyataan senada dari banyak orang disiarkan media, dipublikasikan di media sosial. Argumen Afsel demikian kokoh menyatakan bahwa pemimpin tertinggi meniatkan genosida dan diikuti dengan bersemangat oleh tentara di lapangan.
Max Du Plessis menegaskan bahwa apa yang terjadi di Gaza bukanlah konflik antara dua pihak. Apa yang terjadi di Gaza adalah aksi penghancuran yang dilakukan oleh penjajah Israel. Sebagai penjajah, Israel telah menindas dan mencabut hak Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri selama 56 tahun. Menurut Max Du Plessis, pelanggaran ini dilakukan Israel karena mereka merasa kebal hukum.
Menariknya berbagai argumen Afsel seperti sudah menjawab lebih dahulu argumen yang mungkin akan disampaikan Israel hari ini. Adila menjawab kemungkinan argumen bahwa Israel sudah minta mengosongkan wilayah tertentu sebelum mengebom. Kata Adila, pengosongan diberi waktu demikian singkat, hanya satu jam. Bagi RS yang memiliki puluhan pasien kritis, jelas tidak mungkin dilakukan.
Begitupun jika ada argumen bahwa pernyataan Netanyahu bukan bermaksud untuk membunuh massal dan menghancurkan Gaza secara total. Kalau maksudnya tidak demikian, mengapa tentara di lapangan menyitir kata yang sama saat melakukan penghancuran. Artinya perintah dari pimpinan tertinggi dipahami dan dilakukan tentaranya. Dengan gembira.
Argumen Max memotong kemungkinan peristiwa 7 Oktober sebagai alasan berbagai tindak brutal Israel karena penindasan dan penghancuran telah dilakukan selama 56 tahun.
Blinne Ni Ghralaigh, pengacara Irlandia menutup dengan pernyataan yang demikian detil. Dunia internasional terus menerus mengecewakan Palestina. Empat dari lima kelaparan akut dunia ada di Gaza saat ini. Tujuh ribu pria, wanita, dan anak Palestina hilang. Diperkirakan meninggal atau meninggal pelan-pelan di bawah reruntuhan. Laporan terus muncul tentang eksekusi, penyiksaan dan perlakukan buruk. Begitu juga laporan tentang jenazah yang tidak bisa dikuburkan, membusuk di lokasi mereka meninggal, dan bahkan sebagian dimakan binatang liar.
Tiap hari 247 warga Palestina beresiko dibunuh, sebagian dengan tubuh hancur. Di dalamnya 48 ibu. Setiap jam meninggal dua ibu. Lebih dari 117 anak dibunuh tiap hari. Unicef bahkan mengatakan tindakan Israel adalah perang terhadap anak-anak. Lebih dari tiga petugas medis, dua guru, lebih dari satu pegawan PBB dan wartawan dibunuh. Mereka ditarget saat bekerja atau saat istirahat bersama keluarga di rumah.
Setiap hari luka lebih dari 629 orang. Setiap hari lebih dari 10 anak diamputasi salah satu atau kedua kaki mereka. Setiap hari 3.900 rumah hancur total atau rusak sebagian. Tiap hari digali kuburan massa. Dan bulldozer membongkar kuburan dengan kejam. Bahkan telah meninggal pun mereka tidak mendapatkan martabat dan kedamaian.
Petugas penyelamat selama tiga bulan bekerja tanpa bantuan internasional, menggali reruntuhan kadang dengan tangan kosong. Mereka juga menjadi sasaran Israel. Satu dibunuh setiap dua hari.
Seluruh keluarga musnah. Saat ini di Gaza ada kependekan baru, ALTAKS, anak luka, tidak ada keluarga selamat. Kependekan yang mengerikan, lahir dari serangan genosida Israel terhadap Gaza.
Banyak aktivis yang telah mengikuti kejadian di Gaza terhenyak dan berurai air mata saat mendengar paparan Blinne. Owen Jones bahkan mengatakan Blinne seperti berbicara tentang penderitaan Irlandia selama ratusan tahun di bawah penjajahan Inggris.
Jika bukan politik dunia yang mempengaruhi hakim, tapi kemanusiaan dan keadilan, maka argumen kokoh tim Afsel akan meloloskan gugatan genosida mereka, apapun fakta atau argumen yang disampaikan Israel hari ini.*
